Mohon tunggu...
Dimas Saputra
Dimas Saputra Mohon Tunggu... Penulis - CW

Journalist & Freelance Writer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sadisme dan Kekerasan Massa, Kurangnya Keteladanan dari Negara

25 September 2018   10:34 Diperbarui: 25 September 2018   11:19 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sadisme tengah menampakkan diri dalam wujud yang sangat menakutkan. Seorang pendukung klub sepakbola Persija Jakarta, dikeroyok hingga mati oleh pendukung Persib Bandung. Kesalahan si korban hanyalah karena nekat datang ke stadion.

Di Medan, beberapa hari yang lalu, sejumlah mahasiswa yang menggelar unjuk rasa mendapat perlakuan yang represif dari aparat keamanan. Mereka yang sudah lari kocar-kacir kemudian dikejar, diseret, dipukuli, dan ditendang beramai-ramai.

Baik warga maupun aparat, tampaknya tidak bisa menahan diri ketika sudah bergerombolan. Aksi anarkis dan kekerasan massa, mereka pertontonkan ke publik dengan enteng. Tanpa memikirkan konsekuensi dan akibat dari perbuatan mereka tersebut.

Di tengah kenyamanan individu yang kian terampas, aksi anarkisme ini bisa jadi adalah ungkapan kemarahan orang-orang yang tak berdaya. Namun, persoalan besar sebenarnya disemai di sana, yakni pelampiasan kemarahan orang-orang yang tidak berdaya merupakan awal dari anarki.

Persoalan ekonomi yang kian mendera rakyat, yang membuat ketimpangan sosial semakin melebar, mungkin menjadi salah satu pemicunya. Di saat lapar, kita dengan gampang menjadi orang yang bengis.

Dengan sedikit provokasi, kita dengan mudahnya berbuat sadis. Watak homo sapiens kerap tergusur oleh naluri homo homini lupus. Kita menjadi serigala bagi orang yang lain.

Persoalan lainnya adalah tumbuhnya sikap anti kritik dari pemerintah. Ini pulalah yang diyakini menjadi penyebab kenapa aparat cenderung represif dalam menangani setiap aksi unjuk rasa.

Tampaknya kuping pemerintah terlalu tipis untuk hidup di alam demokrasi. Akibatnya, demonstrasi dihalang-halangi, pengunjuk rasa ditangkapi lalu dibui. Bahkan, tak segan melabelkan tuduhan makar kepada lawan politik yang dianggap punya pengaruh.

Sikap ini harus segera dihentikan. Pemerintah dan aparat hukum sudah semestinya lebih merangkul, bukan memukul. Tunjukkanlah keteladanan. Rakyat punya hak untuk bersuara.

Jangan lagi dipertontonkan aksi-aksi kekerasan. Sebab itu hanya akan mengajarkan bangsa ini untuk terus berbuat sadis terhadap sesama mereka. Ketika aparat kerap berlaku represif, akan sulit melarang rakyat untuk tidak bertindak anarkistis.

Kita selalu bangga dengan kebhinnekaan. Tetapi kekerasan massa dan tragedi yang terus melanda negeri, menunjukkan kita belum dewasa hidup dalam perbedaan. Buktinya, ketentraman semakin jauh dari keseharian kita akhir-akhir ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun