Mohon tunggu...
Dimas Sianipar
Dimas Sianipar Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peminat Kajian Kebencanaan | sianipar17.com

Bekerja di BMKG; Alumnus STMKG; Ph.D. Candidate TIGP ESS AS-NCU Taiwan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Potensi Gempa Selatan Jawa dan Mitigasi Bencana

3 Februari 2022   09:33 Diperbarui: 3 Februari 2022   09:40 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gempa Banten tanggal 14 Januari 2022, pukul 16:05 WIB, adalah sebuah pengingat tentang keaktifan dan dinamika tektonik di sekitar Pulau Jawa, dan bagaimana kita menyikapinya dalam konteks mitigasi bencana geologi. Gempa tektonik tersebut dirasakan oleh masyarakat di sebagian besar Pulau Jawa bagian barat dan Lampung. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), gempa ini menyebabkan sebanyak 257 rumah rusak di Kabupaten Pandeglang, Serang, dan Sukabumi.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pusat gempa berada di laut sebelah barat daya/selatan Kabupaten Pandeglang, Banten. Sumber gempa dengan magnitudo 6,6 tersebut berada di bawah permukaan bumi pada kedalaman 40 km (hasil pemutakhiran BMKG). Kedalaman gempa hasil olah BMKG tersebut mirip dengan hasil Badan Geologi Amerika Serikat (USGS) dengan kedalaman 37 km.

Penyebab Gempa

Analisis awal menunjukkan gempa terjadi di sekitar zona pertemuan lempeng (subduksi) Indo-Australia yang menyusup ke bawah lempeng Eurasia. Pemodelan BMKG menunjukkan gempa itu terjadi dengan mekanisme patahan naik (reverse/thrust faulting). Menurut model gempa yang dihasilkan BMKG, ada dua kemungkinan pembangkit gempa ini.

Kemungkinan pertama, yaitu patahan naik dengan sudut landai 32 derajat ke arah utara yang terjadi pada zona pertemuan/tumbukan lempeng Indo-Australia dan Eurasia atau yang dikenal dengan istilah gempa interplate. Ini artinya gempa terjadi di zona antar lempeng.

Kemungkinan kedua yaitu patahan naik dengan sudut terjal 63 derajat ke arah selatan yang disebabkan oleh patahan di dalam lempeng (intraslab) Indo-Australia yang menyusup, atau yang dikenal dengan istilah gempa intraplate (dalam lempeng).

Hasil pemantauan distribusi gempa susulan menunjukkan pola yang lebih melebar utara-selatan, mengindikasikan bahwa patahan antar lempeng dengan sudut landai yang lebih cocok membangkitkan gempa Banten ini (kemungkinan pertama). Tetapi, ketidakpastian (uncertainties) penentuan lokasi gempa susulan bisa membiaskan kesimpulan ini. Karena itu, diperlukan perhitungan ulang (relokasi) posisi hiposenter gempa susulan yang lebih presisi.

Gempa seperti ini wajar sebagai konsekuensi pergerakan lempeng tektonik yang dinamis. Wilayah pertemuan lempeng (subduksi) mulai dari zona di barat Pulau Sumatera hingga selatan Pulau Jawa-Bali-Nusa Tenggara adalah wilayah yang aktif secara seismik. Gempa megathrust magnitudo 9,1 tahun 2004 adalah salah satu gempa terbesar di wilayah ini yang mampu membangkitkan tsunami yang sangat merusak.

Potensi Gempa

Potensi gempa besar (magnitudo > 8,5) yang akan terjadi di selatan Pulau Jawa adalah topik yang selalu menarik perhatian peneliti kegempaan. Sampai saat ini, belum ada ilmu dan teknologi yang mampu memprediksi gempa bumi tektonik dengan tepat: kapan, dimana, seberapa besar magnitudonya. Perlu diketahui, di sekitar pusat gempa Banten yang baru terjadi, sejak 1990, beberapa gempa dengan magnitudo > 6 pernah terjadi. Di dekat gempa Banten ini, pernah terjadi gempa dengan magnitudo 6,5 pada 21 Desember 1999 dengan kedalaman 56 km (USGS).

Di sebelah selatan lokasi gempa ini, pernah terjadi gempa magnitudo 6,9 pada 2 Agustus 2019 pada kedalaman 55 km (BMKG). Di sebelah barat, pernah terjadi gempa magnitudo 6,5 pada 27 Juni 2002 dengan kedalaman 11 km (USGS). Di sebelah timur, terjadi gempa pada 23 Januari 2018 dengan magnitudo 6,1 pada kedalaman 46 km (BMKG). Gempa-gempa ini mengindikasikan dinamika dan kompleksitas tektonik di zona sekitar selatan/tenggara Pulau Sumatera, Selat Sunda, hingga selatan Jawa bagian barat.

Catatan sejarah gempa sebenarnya belum menunjukkan bukti adanya gempa sangat besar magnitudo lebih dari 8,5 (megathrust earthquake) pernah terjadi di selatan Pulau Jawa. Hal ini berbeda dengan zona subduksi di barat Pulau Sumatera yang punya catatan sejarah gempa besar seperti itu. Mengenai hal ini juga dituangkan dalam artikel ilmiah "The south of Java earthquake of 1921 September 11: a negative search for a large interplate thrust event at the Java Trench" (Okal, 2012, Geophysical Journal International). Disebutkan bahwa, zona subduksi Jawa tidak memiliki sejarah gempa megathrust pada seluruh era observasi instrumental seismologi.

Ada dua kemungkinan kenapa tidak ada catatan sejarah gempa besar itu. Pertama, bahwa memang zona subduksinya tidak punya potensi gempa besar itu (magnitudo > 8,5). Kemungkinan ini karena faktor usia tumbukan lempeng yang relatif lebih tua dan/atau geometri zona subduksi-nya. Kedua, rentang waktu observasi dalam catatan sejarah gempa kurang panjang; yaitu lebih pendek dari periode ulang atau siklus seismik gempa besar itu sendiri. Artinya, potensi gempa besar itu memang ada dan nyata, dan kita perlu mengantisipasinya. Untuk skenario terburuk, kita pilih kemungkinan ini.

Belum Dipahami

Waspada gempa megathrust adalah istilah atau narasi yang sering diasosiasikan dengan kekhawatiran akan gempa besar (magnitudo > 8,5) di selatan Pulau Jawa. Antisipasi yang digaungkan ini baik sekali untuk mitigasi bencana gempa dan pengurangan resiko bencana. Tetapi, perlu dicatat bahwa riset tentang karakteristik sumber gempa di zona subduksi selatan Pulau Jawa masih sangat minim. Potensi gempa besar itu sebenarnya belum dipahami secara rinci, seperti halnya di zona tektonik di negara lain, misalnya Jepang.

Kompleksitas tektonik dan potensi gempa ini memang sangat perlu dipahami dengan rinci. Artikel ilmiah di jurnal bergengsi Science berjudul "Investigating a tsunamigenic megathrust earthquake in the Japan Trench" (Kodaira dkk., 2021) menunjukkan bagaimana zona subduksi dan potensi gempa di Jepang mulai dipahami dengan sangat baik. Pertama, kita harus memahami potensi gempa di suatu wilayah. Kemudian, kita mengkalkulasi bahaya dan resiko seismik di suatu tempat akibat potensi gempa itu. Perlu dicatat, sering kali bencana geologi terjadi pada level kompleksitas yang tidak terduga, misalnya saat gempa Palu (Sulawesi) dan gempa Lombok tahun 2018 lalu.

Pada beberapa pengalaman, sistem operasional yang ada belum mengakomodir level kompleksitas tertentu. Ini yang menjadi bahan evaluasi untuk lebih meningkatkan performa sistem/teknologi pemantauan dan mitigasi bencana gempa tektonik. Tujuannya, untuk memaksimalkan program pengurangan resiko bencana itu sendiri.

Untuk meningkatkan pemahaman itu, perlu dilakukan riset geologi dan geofisika yang terintegritas dan sistematis. Sebagai perbandingan, di artikel Kodaira dkk. (2021) itu, zona subduksi di Jepang adalah yang sangat masif diteliti dengan berbagai jaringan instrumen observasi seismik, geodetik, dan tsunami. Ada peralatan yang diletakkan di darat, tetapi juga ada peralatan yang diletakkan di laut (offshore). Peralatan lepas pantai ini, walau mahal dan beresiko tinggi, tetapi sangat membantu meningkatkan resolusi pengukuran kebumian secara signifikan.

Sebagai penutup, gempa Banten di awal tahun 2022 ini merupakan pengingat bahwa kita perlu mencermati dan meningkatkan pemahaman tentang potensi gempa di zona subduksi selatan Pulau Jawa. Langkah-langkah konkret untuk meningkatkan pemahaman terhadap potensi gempa itu harus dilakukan dengan dukungan pada peneliti ilmu kebumian. Selain itu, literasi tentang gempa tektonik dan mitigasi bencana geologi harus ditingkatkan. Mitigasi bencana geologi seperti gempa bumi harus diperkuat secara nyata untuk meningkatkan ketahanan bangsa. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun