Mohon tunggu...
Dilla Hardina
Dilla Hardina Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Kelilingilah dirimu dengan orang-orang yang pantas mendapatkan keajaibanmu🌻

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kalau Aku Nggak Gap Year

30 Juli 2020   15:21 Diperbarui: 30 Juli 2020   15:27 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Kalau aku nggak gap year, belum tentu aku memiliki keberanian besar seperti sekarang ini. kalau aku nggak gap year, belum tentu aku bisa menjadi Dilla yang seperti sekarang. Sebab aku yang dulu sangat berbeda dengan aku yang sekarang.

Semasa SMA, aku bukanlah murid yang popular di kalangan guru maupun murid-murid lainnya. Aku sama sekali tidak menonjol sebab memang tidak ada yang mampu aku tonjolkan. Aku seperti siswa pada umumnya---biasa saja tanpa ada sesuatu yang istimewa. Aku juga tidak menjadi pengurus osis.

Banyak yang bilang jika menjadi pengurus osis maka dapat menaikkan popularitas kita di lingkungan sekolah. Kita menjadi terkenal dan banyak teman. Namun, aku sangat jauh dengan kesan seperti itu. pada waktu kelas 10, aku memberanikan diri mengikuti ekskul Pecinta Alam (PA), padahal di dalam satu kelasku tidak ada yang tertarik dengan ekstrakurikuler itu.

Karena aku sudah memiliki niat sejak kelas 9 untuk mengikuti PA, maka aku tidak mau menyiakan kesempatan ini. aku takut menyesal dikemudian hari. Maka selepas para anggota organisasi atau ekstrakurikuler di sekolahku mempromosikan diri dengan memasuki kelas-kelas siswa baru---termasuk pecinta alam, maka aku memberanikan diri untuk meminta formulir pendafataran ke salah satu anggota PA.

waktu itu, aku bukanlah orang yang penuh dengan kepercayaan diri. Aku lebih suka tidak dilihat orang karena itu lebih nyaman daripada aku menjadi pusat perhatian. Tapi kali ini aku mampu melawan egoku. Juga rasa maluku. Aku mampu menuruti kemauanku.Namun, aku tidak mampu bertahan lama di PA. alasannya karena aku tidak cocok dengan salah satu seniorku yang entah kenapa aku merasa kalau ia juga tidak menyukaiku. Aku sudah tidak tahan dengan sikapnya kepadaku. Jadi setelah kelas 11, aku memutuskan untuk tidak ikut lagi.

Setelah itu, aku kembali mennjadi Dilla yang pendiam, dilla yang tidak punya eksistensi di sekolahan, Dilla yang biasa-biasa saja, hingga pada kelas 12. Aku merasa itu merupakan puncak keterpurukan diriku. Bukannya apa-apa, seharusnya pada saat itu aku mampu memilki lebih banyak teman dibanding kelas 10 dan 11. Sebab aku sudah SMA salama tiga tahun.

Harusnya ada lebih banyak siswa yang akrab denganku atau aku yang akrab dengan mereka. Aku malah semakin mengurung diri. Membangun benteng pertahanan yang abadi untu menghindari interaksi-interaksi tidak penting dengan teman sekolahku. Bahkan teman-teman yang dulu sangat akrab denganku perlahan menjauh. Atau barangkali aku yang menjauh. Entahlah.

Waktu itu temanku bisa dihitung dnegan jari.Hingga pada saat usai kelulusan, aku memutuskan untuk bekerja selama satu tahun dan tahun berikutnya baru kuliah. Proses itu mematangkan niatku untuk menimba ilmu ke jenjang yang lebih tinggi. Satu tahun merupakan waktu yang sangat cukup untuk kuberbikir tentang masa depan yang kuinginkan, tentang apa yang ingin kucapai, tentang ambisi hidupku, tentang cita-cita, banyak deh, pokoknya.

Hingga tiba saatnya untuk aku kuliah, aku dapat menentukan arah masa depanku dengan matang. Sulit di percaya. Aku bukanlah Dilla yang dulu. Aku berubah. Aku bukan lagi Dilla yang tidak punya eksistensi, bukan lagi Dilla yang tidak punya banyak teman, bukan lagi Dilla yang lemah! Aku bangkit! Aku sangat senang dengan perubahanku yang sekarang. Sekarang aku lebih percaya diri dan berani menghadapi hiruk pikuk kehidupan yang begitu menantang.

Aku adalah Dilla yang berani mengambil resiko dan berani menghadapi segala persoalan, lalu menyelesaikannya dengan matang. Aku menjadi pribadi yang lebih bertanggungjawab, benar-benar tahu tentang pilihanku, dan terlebih kemampuanku diakui oleh banyak orang! Orang sudah tidak menganggapku sebagai Dilla yang cupu, yang payah, yang tidak punya eksistensi, dan tidak percaya diri.

Dilla sekarang adalah mahasiswa yang cerdas dan berprestasi. Dilla yang sekarang adalah yang menjadi sorotan.Kalau aku nggak gap year, mungkin aku masih menjadi Dilla yang dulu saat di SMA. Dilla yang payah, yang cupu, yang tidak pede-an. Gap year memberiku banyak ruang untuk mengenali potensi diriku lebih dalam, hingga aku dapat mengenali diriku sendiri lebih dari siapapun. Aku berubah.......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun