Mohon tunggu...
Dila HijrianiBalqis
Dila HijrianiBalqis Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Uin RIL

All i wanna do,wanna one.

Selanjutnya

Tutup

Money

Kebijakan Penurunan Giro Wajib Minimun (GWM) untuk Memulihkan Kondisi Perbankan Syariah Indonesia.

27 Mei 2020   21:26 Diperbarui: 27 Mei 2020   21:21 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Sejak merebahnya Covid-19 di Indonesia  yang merupakan suatu virus yang menyebakan infeksi pada sistem pernafasan manusia memaksa pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan kebijakan untuk tetap dirumah  berimbas pada sistem perekonomian Indonesia yang tak berjalan dengan lancar. Kemudian muncul kekhawatiran Industri perbankan akan mengalami liquidity crunch yang dapat menyebabkan krisis pada sektor perbankan kian bertambah. Liquidity crunch adalah situasi dimana suplai dana tunai yang masuk ke perbankan berkurang drastis, sementara pada saat bersamaan permintaannya akan semakin tinggi.Keadaan semacam ini dapat disebabkan karena nasabah tidak mampu membayar utang atau kewajiban mereka kepada Bank. Sebagai dampak dari melemahnya perekonomian masyarakat sehingga pendapatan masyarakat berkurang. Oleh karenanya, suplai dana tunai yang tersedia di perbankan akan menurun. Sementara itu, bank tetap harus melunasi biaya operasional dan melunasi nisbah bagi hasil kepada pemilik dana pihak ketiga (DPK).

Namun, pada perbankan syariah yang menggunakan prinsip bagi hasil pada setiap akadnya, membuat perbankan syariah menjadi lebih fleksibel daripada bank konvensional. Sementara bank konvensional tetap menggunakan sistem bunga yang akan mengikuti perkembangan sesuai ketetapan Bank Indonesia (BI). Dalam sistem bagi hasil besar laba Bank Syariah bergantung pada keuntungan yang didapat dari pihak bank, dimana rasio akan meningkat dengan peningkatan keuntungan bank Syariah. Berbeda dengan bank konvensional, persentasenya akan tetap meskipun bank mengalami keuntungan yang rendah.Begitupun dalam pembiayaan, jika kondisi ekonomi baik maka Bank Syariah mendapatkan keuntungan yang besar dari penyaluran pembiayaan. Begitupun bagi nasabah penabung, Bank Syariah akan mendapat hasil besar dari bagi hasil. Sebaliknya apabila kondisi ekonomi buruk seperti pandemik covid-19 seperti saat ini yang mengakibatkan pendapatan nasabah menurun, maka kewajiban bank untuk memberikan bagi hasil kepada nasabah akan menyesuaikan.

Ditambah lagi Bank Indonseia (BI) dan juga Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan kebijakan pelonggaran likuiditas untuk menghadapi beban industri perekonomian yang melambat dikarena Covid-19 ini.Salah satunya dengan kebijakan penurunan Giro Wajib Minimum (WGM).Dilansir dari Republika.co.id,Kebijakan BI terkait penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) juga disambut baik. GWM diturunkan 0,5 persen menjadi 3,5 persen. GWM harian jadi 0,5 persen dan GWM rata-rata menjadi tiga persen. Sehingga 0,5 persen bisa ditempatkan dalam aktiva produktif.BI juga memberikan insentif Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) yaitu 0,5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK) dapat ditempatkan dalam Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan kupon yang lebih menarik sesuai dengan jatuh tempo yang rencananya akan direlease minggu depan.

Dilansir dari Republika,Co.id,Direktur BCA Syariah, John Kosasih menyampaikan likuiditas perusahaan sangat memadai karena beberapa faktor. Di samping permintaan pembiayaan yang melambat, juga masih ada suntikan modal tahun lalu yang belum terpakai optimal karena kondisi saat ini.Posisi rasio kecukupan modal BCA Syariah setelah tambah modal satu tahun lalu masih sangat memadai yaitu sekitar 38 persen. Sehingga pada saat seperti ini, kata John, BCA Syariah menggunakan dana modal untuk penyaluran dana."Oleh karena itu posisi FDR disesuaikan menjadii 96 persen," katanya pada Republika.co.id.Seiring dengan pelonggaran likuiditas dan permintaan pembiayaan yang menurun, John mengatakan likuiditas akan ditempatkan pada SBSN denagn kupon beragam dengan equivalent rate antara 6-8 persen per tahun. Semakin panjang jatuh temponya maka semakin tinggi bagi hasilnya.Kebijakan-kebijakan tersebut dipandang cukup baik dan responsif. John menambahkan, mungkin perlu kebijakan di level teknis untuk mendukung kebijakan besar dan juga dampak atas aspek fiskal, misalnya perlu relaksasi di penyediaan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP) atas Agunan Yang Diambil Alih (AYDA).

Diharapkan agar dari kebijakan penurunan Giro Wajib Minimum(WGM) dapat memulihkan kembali sistem perekonomian Indonesia yang melmbat akibat damapak dari merebaknya Virus Covid-19 di Indonesia.

Penulis:

Dila Hijriani Balqis Santoni

Mahasiswi Perbankan Syariah Kelas B,UIN Raden Intan Lampung

Dosen Pengampu:

Bpk.Dr. Muhammad Iqbal Fasa,M.E.I

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun