Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Sepasang Petani

24 Desember 2021   07:35 Diperbarui: 27 Desember 2021   22:44 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi petani di sawah. Sumber: Pixabay.com/vietnguyenbui 

Belakangan ini susah tidur
Badan cepat lelah katanya
Makan kurang bernafsu pangkasnya
Tapi tetap jadi penghibur
Dimataku yang sudah berkaca-kaca

Kulihat dadanya makin tipis
Baju yang kemaren mengetat
Menjadi longgar ditubuhnya

Ibuku sudah tidur
Badannya capek
Dari pagi bergelut dengan jerami
Miang pun tak gatal dikulit
Lumpurpun telah menguning di kuku jari

Yang tiap hari dibenamkan di tengah sawah milik kita

Burung gerejapun terbang melayang
Mengintai bulir padi yang menguning
Tikus jantan dan betina berkelana di rawa-rawa sawah
Melubangi pembatas sawah, dan keluar dimalam hari
Dikala ibu dan bapakku telah pulang

Keong--keong merapat dan berkembang biak dengan cepat
Merajut dari genangan air setinggi mata kaki
Sedikit-sedikit namun pasti
Daun -daun padi yang baru merambat ikut disambat

Banyak tingkah di sawah banyak upaya untuk bertahan
Semua telah menyatu menjadi kehidupan

Ibu dan bapak tak pernah mengutuk
Mereka semua bagian semesta
Tak ada gunanya memaki
Setiap yang bernyawa punya rejeki

Ibu dan bapak sepasang petani
Kudoakan semesta juga melindungi
Kalian

Disaat tanganku tak bisa memeluk erat
Keluh kalian yang jarang kudengar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun