Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kisah Nyata, Wasiat Lebaran di Atas Kuburan

29 Mei 2020   13:41 Diperbarui: 29 Mei 2020   13:50 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terdengar suara takbiran dan pukulan gendang selama 24 jam. Di sebuah gang sempit di tepi sungai, yang disebut gang Kopro Banjir daerah Kebayoran lama. Syukurlah kos ku yang ketiga ini, bebas dari banjir . Meskipun nama alamatnya terdapat embel-embel banjir, Hahaha.

 Lebaran di rantau orang, hanya berbaring diatas kasur. Ceritanya semua teman-teman kos yang lain sibuk bikin lontong, masak kue, sama agar-agar. Aku dan temanku hanya lebaran sekadar nya, tak ada yang spesial.

Untung lah pada hari lebaran jadwal kerjaku Off, jadi aku putuskan untuk main ke tempat kerja. Para teman kerja memaksa aku untuk makan lontong buatan mereka. Nasibku sebagai anak kos, kadang jadi perhatian lebih  bagi mereka, termasuk supervisor ku. 

Setelah makan lontong, aku langsung menemui seorang wanita janda tua bernama Sundara. Ibuk Sundara, begitu aku memanggilnya. Selain sebagai customer, dia juga orang yang care dan menjadikan ku sebagai teman curhat.

Banyak hal yang dialami Ibuk Sundara selama hidupnya. Kehilangan kedua orang tua tercinta, membuat nya hidup sebatang kara dan berputus asa. Hidup dengan pembantu yang tidak disukainya, membuat pikirannya makin jenuh dan tertekan.

Faktor ini kumaklumi karena dia masih memaksakan dirinya  satu atap dengan orang yang tidak nyaman baginya.  

Akhirnya jam dua  siang kita bertemu di sebuah jalan. Saya memeluk nya dan menyalami tanganya. Kami langsung pesan gocar lewat aplikasi dan menuju kerumah ibuk Sundara.Ternyata butuh waktu 10 menit kita sampai ke rumah Ibuk Sundara. 

Wajah polos dan sopan yang terukir di wajah pembantu Ibuk memang tidak tulus, saya merasakan nya. "wajar, jika ibuk ngak nyaman dirumah nya sendiri".

Kata sabar dan kuat selalu kuutarakan ke ibuk Sundara, agar dia optimis menjalani hidup ini. Sebuah soto ayam buatan pembantunya dihidangkan untuk saya dan ibuk Sundara. Setelah makan saya mencuci piring kotor makan saya dan bekas ibuk Sundara. 

Kebiasaan ini sudah diajarkan dikampung ku untuk membersihkan bekas makanan sendiri. Pembantu itu hanya melihat tanpa melarangku, berbeda dengan basa basi dikampungku yang akan bersikeras melarang tamu untuk mencuci.

 Tapi itu adalah kebiasaan kampung ku yang kuat dengan menghargai orang lain.
Setelah mencuci,  rencana kami kedua pergi kekuburan orang tua ibuk Sundara, yang tidak jauh dari kompleks rumahnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun