Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Penunggu Sekolah gentayangan

8 Mei 2020   12:45 Diperbarui: 8 Mei 2020   20:11 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak jauh dari rumahku, butuh waktu 10 menit berjalan kaki, akhirnya aku sampai di gerbang sekolah dasar, bewarna kuning pudar.


Ketika itu gerbang sekolah masih tutup, dan halaman sekolah masih bertebaran  guguran daun pohon lindung.


Aku berjalan dengan rasa kwatir, kabut pagi masih menguap diudara. Semoga pintu kelas, ngak dikunci. 

Dengan berjalan penuh keyakinan saya menghampiri pintu kelas, dan mendorong nya dengan tangan.


Tulisan kelas 2 SD tertoreh, di atas pintu kayu bewarna coklat.
Kujajarkan kursi dengan meja dan kugantungkan tas ransel kesayanganku. 

Sembari menunggu jam 7 aku duduk di dalam kelas dan melihat keliling kelas yang masih agak gelap. "Kok ngak ada yang belum datang" dialogku dalam hati
Kemudian aku putuskan untuk mengintip di pintu masuk. Berharap ada orang. Ternyata masih sepi dan kosong.
Karena takut aku kembali duduk di kursiku

Tak lama kemudian terdengar olehku orang memanggil namaku "Romaaaannn"
Aku langsung berdiri dan mencari sumber suara itu. 

Ternyata tidak ada orang
Bulu kudukku merinding, aku sangat takut. Langsung aku tutup mataku dengan kedua telapak tangan dan memanggil "mama"
Beberapa menit kemudian, dengan berani aku coba untuk mengangkat kepala.

 Dan memandang ke arah jendela
Aku ngak bisa ngomong, kaki ku ... Sebuah penampakan wanita tua berjalan dengan rambut hitam dan wajah berlumur darah.
Seluruh tubuh ku kaku, aku mau lari tapi ngak bisa, mau berteriak tapi bisu.

"Aku hanya bisa berteriak kencang, dalam hati, mau pulang"

Setelah penampakan itu hilang. Aku langsung berlari keluar dan pulang ke rumah. Air mataku mengalir, dan terbata-bata saat ngomong. "Kenapa?, Kata Ayahku
Aku tetap nangis , dengan wajah pucat pasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun