Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rumah Gadang Dimakan Anai

22 Januari 2020   15:48 Diperbarui: 22 Januari 2020   15:57 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Runahayuminimalis.blogspot.com

Sewindu sudah, aku merantau
Kampung yang berjarak antara seribu pulau dan samudra


Tak kutemui lagi, sebuah kehangatan di kota singgah ini
Hanya sepi yang mengobati
Betapa tandus dan rakus mereka disini


Tak mau saling berbagi
Hidup dan mati urus sendiri
Emosi mereka tak bisa ku selidiki


Aku hanya mengikuti kata hati, Bertahan atau kembali
Sepi malam mengoyakku, ku rindu dinding kayu rumahku
Ber atap gonjong runcing menantang awan biru


Kami menyebutnya rumah gadang
Mata haru menatap halaman luas dialas rumput teki
Hijau dan menari di terbang angin


Ingin kujajaki lagi kenangan  di rumah gadangku
Bersama keluarga,  dunsanak dan saudara


Pesan  Amai selalu tergiang- ngiang
Rumah gadang sudah lapuk dimakan anai


Pulanglah Nak, tak ingin kau lihat matanari terbenam dari jendela kayu, kamarmu..


Lantai papan, sudah merindukan telapak kakimu
Mari kita kembali membuat kenangan baru


Di rumah Gadang Kita yang semakin rapuh di ujung waktu.
Pesan Amai, tak bisa kubalas dengan kata-kata Doakan anakmu, kembali membawa tawa untukmu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun