Mohon tunggu...
DIKI DARMAWAN
DIKI DARMAWAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - pelajar/mahasiswa

politik dan hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Bernyanyi Dalam Islam

27 Mei 2022   09:08 Diperbarui: 27 Mei 2022   09:34 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Wanita didalam Islam sangat dijaga kehormatannya, karena dalam Islam wanita dipandang sebagai perhiasan yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Sebagai bukti bahwa wanita didalam Islam diwajibkan untuk menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya, secara tidak langsung semua itu menandakan bahwa wanita dalam Islam adalah suatu hal yang berharga. Wanita didalam Islam memiliki aurat yang harus dijaganya dari orangorang yang bukan mahramnya. Pada zaman milenal sekarang para pemuda sering menyalah artikan ajaran Islam yang terlalu membatasi hak-hak perempuan. Contohnya dalam cara berpakaian, kepemimpinan, berolah raga dan lain sebagainya.

Para Ulama sepakat bahwa suara wanita bukanlah sebuah aurat, dengan alasan tidak ada satu dalilpun yang mengatakan secara sharih (jelas) bahwa suara wanita adalah aurat. Menurut Qardhawi yang menjadi permasalahan dalam suara perempuan adalah ketika suara perempuan itu mengandung hal-hal yang bisa mengundang hawa nafsu atau fitnah. Maksud dari permasalahan ini adalah supaya wanita bisa menjaga suaranya dari lawan jenis.

Menurutnya suara perempuan yang dilarang adalah ketika melunakan pembicaraan yang dapat menarik hawa nafsu laki-laki, yang oleh Al-Quran diistilahkan dengan Al-Khudhu Bi Al-Qaul yang artinya tunduk/lunak/memikat. Dari penjelasan tersebut dapat kita fahami bahwa secara tidak langsung beliau membolehkan perempuan bernyanyi dengan syarat tidak mengandung Al-Khudhu Bi Al-Qaul, Adapun pendapat Wahbah Zuhaili mengenai suara perempuan dan hukum perempuan bernyanyi terdapat dalam kitabnya Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu yang berbunyi :

"Suara perempuan menurut mayoritas ulama bukan aurat karena para sahabat mendengarkan para istri Rasulullah SAW untuk memahami hukum agama. Tetapi (laki-laki) diharamkan mendengarkan suara perempuan dengan merdu dan lagu meskipun hanya membaca Al-Quran karena khawatir fitnah. Ulama Hanafiyah mengungkapkan, suara perempuan bukan aurat."

Dari penjelasan diatas dapat kita fahami bahwa seorang laki-laki diharamkan mendengarkan suara perempuan yang merdu dan lagu, meskipun hanya melagukan Al-Quran karena khawatir fitnah. Maka dapat diartikan bahwa pendapat Wahbah tentang hukum perempuan bernyanyi adalah haram, karena menurutnya suara wanita yang dilagukan atau berbentuk nyanyian secara garis besar dapat menimbulkan fitnah khususnya bagi laki-laki yang bukan mahromnya.

Pendapat Wahbah diatas sepemdapat dengan salah satu ulama mesir yaitu Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-Bujairimi Al-Syafii yang biasa disebut Syekh Al-Bujairimi dalam kitabnya Tuhfatul Habib 'Ala Syahril Khatib yang artinya : "Haram mendengarkan suara perempuan walaupun itu tilawah Al-Quran apabila khawatir dapat menimbulkan fitnah atau rasa nikmat (misalnya menimbulkan rangsangan) saat mendengarkannya. Jika tidak, maka tidak haram.4 Namun ada juga perbedaan dari keduanya, yaitu Wahbah tidak menjelaskan mengenai kebolehannya sedangkan Al-Bujairimi menjelaskan kebolehannya dengan syarat tidak menimbulkan fitnah.

Itulah perbedaan pendapat antara Yusuf Qardhawi dan Wahbah Zuhaili mengenai suara perempuan. Kedua-duanya sepakat bahwa suara perempuan bukanlah termasuk aurat, akan tetapi yang menjadi perbedaan adalah dalam penggunaan suara tersebut. Pada intinya kedua pendapat Ulama diatas dapat diambil kesimpulan bahwa menurut Yusuf Qardhawi perempuan dibolehkan menggunakan suaranya selama tidak melunakan pembicaraanya dalam bernyanyi yang bisa menarik nafsu laki-laki. Sedangkan Wahbah Zuhaili berpandangan bahwa perempuan diharamkan menggunakan suaranya yang merdu termasuk membaca Al-Quran dihadapan laki-laki karena dikhawatirkan akan timbul fitnah. Lantas bagaimana dengan perempuan pada zaman sekarang khususnya muslimah banyak yang berprofesi sebagai penyanyi.

sesuatu yang tidak disebutkan haramnya oleh dalil, maka sesuatu tersebut hukumnya mubah/boleh. Hal inilah yang dapat diyakini, karena dalil yang menunjukan haramnya belum ada dengan pasti (masih diragukan), sedangkan keraguan-raguan tidak dapat menghapus apa yang sudah diyakini. Yang halal adalah hal-hal yang dinyatakan halal oleh Allah dan yang haram adalah hal-hal yang dinyatakan haram oleh Allah. Adapun halhal yang tidak disinggung oleh Allah mengenai halal dan haramnya, maka artinya hal itu diperbolehkan. Semua syarat/perjanjian, akad, atau bentuk muamalah (kerja sama) apa saja yang tidak ada penegasan mengenai hukumnya maka tidak boleh dikatakan haram, karena sesuatu yang dibiarkan/didiamkan hukumnya tidak lain merupakan rahmat Allah yang tersembunyi.

Kemudian karena permasalahan ini baru dalam kajian Fiqh Kontemporer, maka penulis ingin menelitinya berdasarkan kedua teori tersebut. Dengan berdasarkan kemashlahatannya dan berdasarkan kaidah "Hukum asal segala sesuatu itu mubah/kebolehan, sampai ada dalil yang menunjukan keharamannya".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun