Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan yang Penulis

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, berdomisili di Bogor, memiliki karir di birokrasi selama sekitar 38 tahun. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Furoda, Janji yang Gagal Ditunaikan

2 Juni 2025   22:15 Diperbarui: 3 Juni 2025   09:10 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemberangkatan kloter pertama calon Jemaah Haji embarkasi Balikpapan pada Selasa subuh (06/05/2025), Sumber: Kompas.com

ADA yang lebih pahit dari kehilangan: harapan yang terbangun, kemudian ambruk tanpa aba-aba. 

Ribuan calon jemaah haji Furoda tahun ini merasakannya. Mereka yang telah menjual ladang, menggadaikan rumah, bahkan menukar masa depan anak-anaknya demi sehelai visa yang menjanjikan perjalanan suci, kini hanya bisa memandang langit dan bertanya: mengapa?

Haji Furoda, jalur tanpa antrean panjang, tanpa birokrasi ruwet, yang konon menjanjikan kemewahan pelayanan, tahun ini menjadi ironi. Visa yang dijanjikan tak kunjung terbit. Pemerintah Arab Saudi menutup batas akhir pelayanan pada 26 Mei 2025 pukul 13.50 waktu setempat. 

Ribuan jemaah yang sudah menyiapkan pakaian ihram dan koper bertuliskan "Furoda 2025" hanya bisa menatap layar ponsel, menanti kabar yang tak datang.

Data yang dirilis Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menyebutkan kerugian akibat visa yang tak terbit ini mencapai Rp144 miliar hingga Rp405 miliar. 

Biaya yang telah dikeluarkan jemaah---sekitar Rp48 juta hingga Rp81 juta per orang---hilang bersama mimpi mereka. Beberapa biro travel bahkan terjerat utang miliaran rupiah, sudah membayar deposit hotel dan tiket pesawat, sudah membawa jemaah ke Jakarta dengan harapan keberangkatan di detik-detik terakhir, namun harus gigit jari.

Di balik semua ini, ada jejak kegagalan yang tak berdiri sendiri.

Haji Furoda bukan hanya tentang visa yang tak kunjung terbit, tapi tentang mimpi yang dibangun di atas pasir. Kita harus menyebut nama-nama yang dulu pernah tergelincir dalam sejarah: kasus penipuan First Travel yang merugikan lebih dari 63 ribu jemaah, dengan kerugian mencapai Rp905 miliar, atau Abu Tours yang membawa 86 ribu korban dengan kerugian Rp1,4 triliun. Kini, daftar itu bertambah: Furoda 2025.

Di negara lain, situasinya tak kalah muram.

Visa Furoda yang semestinya menjadi jalur khusus juga mengalami penyempitan di Malaysia, Pakistan, dan Nigeria. Pemerintah Arab Saudi, dalam pembenahan sistem hajinya, memperketat regulasi---kuota diatur berdasarkan kapasitas fisik Arafah, Mina, dan Muzdalifah, bukan berdasarkan janji agen-agen travel yang menjual "jalur cepat" tanpa dasar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun