ADA yang lebih pahit dari kehilangan: harapan yang terbangun, kemudian ambruk tanpa aba-aba.Â
Ribuan calon jemaah haji Furoda tahun ini merasakannya. Mereka yang telah menjual ladang, menggadaikan rumah, bahkan menukar masa depan anak-anaknya demi sehelai visa yang menjanjikan perjalanan suci, kini hanya bisa memandang langit dan bertanya: mengapa?
Haji Furoda, jalur tanpa antrean panjang, tanpa birokrasi ruwet, yang konon menjanjikan kemewahan pelayanan, tahun ini menjadi ironi. Visa yang dijanjikan tak kunjung terbit. Pemerintah Arab Saudi menutup batas akhir pelayanan pada 26 Mei 2025 pukul 13.50 waktu setempat.Â
Ribuan jemaah yang sudah menyiapkan pakaian ihram dan koper bertuliskan "Furoda 2025" hanya bisa menatap layar ponsel, menanti kabar yang tak datang.
Data yang dirilis Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) menyebutkan kerugian akibat visa yang tak terbit ini mencapai Rp144 miliar hingga Rp405 miliar.Â
Biaya yang telah dikeluarkan jemaah---sekitar Rp48 juta hingga Rp81 juta per orang---hilang bersama mimpi mereka. Beberapa biro travel bahkan terjerat utang miliaran rupiah, sudah membayar deposit hotel dan tiket pesawat, sudah membawa jemaah ke Jakarta dengan harapan keberangkatan di detik-detik terakhir, namun harus gigit jari.
Di balik semua ini, ada jejak kegagalan yang tak berdiri sendiri.
Haji Furoda bukan hanya tentang visa yang tak kunjung terbit, tapi tentang mimpi yang dibangun di atas pasir. Kita harus menyebut nama-nama yang dulu pernah tergelincir dalam sejarah: kasus penipuan First Travel yang merugikan lebih dari 63 ribu jemaah, dengan kerugian mencapai Rp905 miliar, atau Abu Tours yang membawa 86 ribu korban dengan kerugian Rp1,4 triliun. Kini, daftar itu bertambah: Furoda 2025.
Di negara lain, situasinya tak kalah muram.
Visa Furoda yang semestinya menjadi jalur khusus juga mengalami penyempitan di Malaysia, Pakistan, dan Nigeria. Pemerintah Arab Saudi, dalam pembenahan sistem hajinya, memperketat regulasi---kuota diatur berdasarkan kapasitas fisik Arafah, Mina, dan Muzdalifah, bukan berdasarkan janji agen-agen travel yang menjual "jalur cepat" tanpa dasar.Â