Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan yang Penulis

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, berdomisili di Bogor, memiliki karir di birokrasi selama sekitar 38 tahun. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Disrupsi, Pelajaran Berharga dari Tupperware

20 April 2025   18:43 Diperbarui: 22 April 2025   22:11 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Tupperware.(Kompas.com/Retia Kartika Dewi) 

Di saat konsumen beralih ke platform daring, saat logistik dan customer experience diubah oleh Shopee, Tokopedia, dan Instagram, Tupperware tetap nyaman dengan sistem distribusi lama, bertumpu pada jaringan penjualan tatap muka.

"Success breeds complacency. Complacency breeds failure. Only the paranoid survive." -- Andy Grove, mantan CEO Intel

TUPPERWARE bukan sekadar merek. Ia adalah simbol gaya hidup, simbol kepercayaan sebuah generasi ibu rumah tangga pada wadah yang menjanjikan kesegaran dan keawetan. 

Berdiri sejak 1946, Tupperware membangun kepercayaan dengan kualitas, komunitas, dan cara distribusi yang revolusioner di zamannya: home party.

Namun, pada 2024, ikon ini runtuh di tanah kelahirannya, dan tak lama kemudian mengumumkan penghentian operasi di Indonesia. Banyak yang terkejut. Tapi bagi mereka yang akrab dengan konsep disruption, ini bukan kisah tiba-tiba. 

Ini adalah pelajaran manajemen yang datang perlahan, menetes seperti kebocoran kecil yang diabaikan, hingga akhirnya menghancurkan kapal.

Disrupsi Tidak Datang dari Musuh Tradisional

Rhenald Kasali pernah menulis, "Disrupsi bukan hanya soal teknologi, tetapi perubahan pola pikir dan perilaku konsumen." Tupperware gagal membaca pergeseran itu. Di saat konsumen beralih ke platform daring, saat logistik dan customer experience diubah oleh Shopee, Tokopedia, dan Instagram, Tupperware tetap nyaman dengan sistem distribusi lama, bertumpu pada jaringan penjualan tatap muka.

Jeff Bezos menegaskan, "Your margin is my opportunity." Ketika Tupperware mempertahankan marjin tinggi lewat struktur multi-level marketing, para pesaing bermunculan dengan harga lebih efisien, model direct-to-consumer, dan akses satu klik di ponsel.

Inovasi Tak Lagi Cukup Tanpa Transformasi

Tupperware sesungguhnya bukan tanpa inovasi. Mereka pernah memperkenalkan produk tahan microwave, desain ergonomis, hingga kampanye ramah lingkungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun