Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan yang Penulis

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, berdomisili di Bogor, memiliki karir di birokrasi selama sekitar 38 tahun. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Surat Cinta untuk Ramadan Tahun Depan

30 Maret 2025   20:36 Diperbarui: 30 Maret 2025   21:17 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis Surat Cinta Ramadan Tahun Depan (Ilustrasi: DALL-E, modifikasi dengan Remaker AI dan Photoshop/Dikdik)

Surat Cinta untuk Ramadan Tahun Depan

Oleh Dikdik Sadikin

Kepada yang hanya datang sekali dalam setahun,
tapi menetap lama dalam ingatan:
Ramadan.

Aku menuliskan surat ini dengan hati yang ragu, seperti orang yang menulis pada kekasihnya yang melambai pergi dan belum tentu datang kembali. Bukan karena tak ingin, tapi karena usia kadang tak memberi janji.

Ramadanku sayang,

Setiap tahun kau datang, engkau membawa pelukan yang tak kasat mata, namun terasa nyata di dada. Engkau menenangkan hati yang letih, dan menaburkan embun pada jiwa yang gersang. 

Kau ajarkan aku tentang sabar. Bukan sekadar menahan lapar, tapi kesanggupan menahan diri dari keluh dan keluh kesah. Tentang syukur yang hadir dalam tiap teguk air selepas Adzan Magrib, dan tentang ikhlas, dalam sujud yang tak perlu dilihat siapa pun.

Kau perkenalkan aku pada sunyi yang sarat makna. Pada malam-malam yang lebih berharga dari seribu bulan. Pada sepi yang ternyata bisa berdzikir.

Namun, Ramadan, izinkan aku bertanya: apakah aku telah menjadi tuan rumah yang baik untukmu? Apakah hatiku cukup bersih untuk menyambut dan menjalani hari-harimu, ataukah masih ada noda-noda dunia yang menghalangi cahaya keberkahanmu?

Karena kurasakan Ramadan kemarin sedikit berbeda. Barangkali karena engkau memulainya 1 Maret 2025, bertepatan dengan 1 Ramadan 1446 H, bertepatan pula aku yang resmi memasuki masa pensiun. Semakin mengingatkanku bahwa semua kemewahan di dunia, termasuk jabatan, hanyalah titipan yang sewaktu akan dicabut kembali. 

Namun, di saat itu, aku justru dapat fokus padamu, Ramadan.  Tidak ada lagi agenda kantor yang mengejar-ngejar, tak ada lagi rutinitas yang mendesak-desak. Waktu kini bukan milik pekerjaan, melainkan milik ibadah, milik tulisan-tulisan yang selama ini tersembunyi dalam draf-draf di ruang penantian. Dan, yang paling penting, milik keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun