Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan yang Penulis

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, berdomisili di Bogor, memiliki karir di birokrasi selama sekitar 38 tahun. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kol Goreng dan Fenomena "Sadikin", alias "Sakit Jadi Miskin"

28 Maret 2025   14:57 Diperbarui: 29 Maret 2025   10:12 9772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kol goreng. (SHUTTERSTOCK/Willy Lesmana via KOMPAS.com)

Kol Goreng dan Fenomena "Sadikin", alias "Sakit Jadi Miskin"

Oleh Dikdik Sadikin

DI LUAR Ramadan, di warung nasi milik Bu Saroh di sudut Pasar Cibinong, kol goreng sudah ludes sebelum jam delapan pagi.

Digoreng garing sampai pinggirannya agak gosong, dikonsumsi bersama nasi, sambal, dan sepotong tahu, wah sedap..! "Pagi-pagi yang laku bukan sayur asem, tapi kol goreng," kata Bu Saroh sambil tersenyum. Tangannya masih membalik tempe goreng di kuali besar.

Pak Anwar, tukang ojek pangkalan di Jalan Raya Bogor, adalah pelanggan setia. "Enak, garing. Murah juga," katanya, sambil menyendok nasi dengan kol goreng yang sudah diberi sambal dadak. Ia tahu ini bukan menu diet, tapi siapa yang sempat memikirkan kolesterol saat motor belum lunas?

Istilah "Sadikin" , alias "sakit jadi miskin" , kini semakin relevan. Banyak orang yang hartanya habis untuk biaya berobat. Dari sawah tergadai hingga rumah terjual demi pengobatan stroke, diabetes, atau jantung yang sebenarnya bisa dicegah kalau saja sebelumnya punya gaya hidup sehat.

Tapi mencegah lebih murah hanyalah benar bagi yang mampu memilih. Bagi Bu Saroh, pertanyaannya bukan "mana yang sehat?" tapi "mana yang laku dibeli orang?"

Inilah dilema rakyat kecil: saat tahu cara sehat, tapi tak mampu mewujudkannya. Makanan yang digoreng lebih gurih, lebih disukai, lebih cepat laku. Rebusan dan kukusan sering dianggap hambar, "Kayak makanan rumah sakit", ujar Bu Saroh.

Tapi belum lama ini, jagat media sosial sempat gaduh. Seorang pengguna X (dulu Twitter) menulis dengan serius, "Awas, kol goreng, terong goreng, brokoli goreng bisa jadi penyebab penyakit. Kandungan gizinya rusak, bahkan bisa muncul senyawa karsinogenik!"

Kalimat yang menggelisahkan, apalagi buat warga yang setiap hari makan seperti Pak Anwar. Tapi, apakah betul menggoreng sayur itu berbahaya?

Kol Goreng di atas nasi putih. (Ilustrasi: DALL-E)
Kol Goreng di atas nasi putih. (Ilustrasi: DALL-E)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun