Mohon tunggu...
Iwan
Iwan Mohon Tunggu... Ketua RW periode 2016 - 2026

pegawai swasta yang pancasilais

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ibnu Rusyd dalam konsep ruang takdir Allah

14 September 2025   23:48 Diperbarui: 14 September 2025   23:48 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamualaikum

Saya akan berbicara tentang Ibnu Rusyd, tokoh pengusung peran dominan akal dalam menafsirkan wahyu Tuhan lalu mulailah dia menyerang Al Ghazali yang dianggap kurang menggunakan akal atau malah dianggap mematikan akal.

Saya menolak anggapan Ibnu Rusyd tentang tuduhannya kepada Al Ghazali sebab pemikiran Ibnu Rusyd berangkat dari pemahaman Emanasi yang jika kita analogikan sederhana bahwa jika kau manusia pasti buang air, dan begitulah konsep Emanasi Plato dan Aristoteles, jika Tuhan ada maka ada level pancaran yang otomatis harus ada yaitu alam semesta ini.

Hal ini berbeda dengan konsep Islam, bahwa alam semesta ini ada sebab Kehendak Allah, bukan otomatis ada sebab dianggap alam semesta otomatis ada sebab adanya Tuhan.

Hal absurd dari kaum Mutazilah bahwa mereka sudah mampu menentukan pikiran Tuhan.

Namun saya tak anggap mereka kafir, sebab mereka ternyata berusaha menjaga tidak adanya perubaham wujud Tuhan saat menciptakan semesta. Hal wajar sebagai sebuah proses menafsirkan wahyu yang isinya mencakup apapun yang manusioa pikirkan

Ibnu Rusyd (1126--1198 M)

Ibnu Rusyd, dikenal di Barat sebagai Averroes, adalah pembela keras filsafat Aristoteles dan lawan intelektual Al-Ghazali. Dalam Tahafut at-Tahafut (Kerancuan atas Kerancuan), ia berusaha memulihkan posisi akal yang diserang Al-Ghazali.

Ia tidak menolak Tuhan, tapi berpendapat bahwa Tuhan menciptakan hukum-hukum tetap dalam alam,
dan manusia bisa memahaminya melalui nalar.

Baginya:

Akal adalah karunia Ilahi, bukan lawan wahyu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun