Di Tahun 2020 begitu banyak kejutan yang terjadi, namun sayangnya banyak kejutannya tidak menyenangkan. Dari segi ekonomi, sosial, pendidikan, alam terutama kesehatan berubah sangat drastis. Luar biasa memang efek pandemi, membuat rencana banyak orang jadi berantakan, begitupun Saya.Â
Yang tadinya penuh semangat untuk usaha sendiri, mau tidak mau kembali terjun untuk mencari kerja, agar anak istri yang Tuhan amanahkan mampu saya bahagiakan.Â
Setelah beberapa bulan rasa hawatir menyelimuti untuk bepergian keluar rumah, saya dan tiga teman saya Hapini (yang sebelumnya menemani pendakian Bukit Tahura pada cerita sebelumnya), Asfi (teman traveling di KM.Kelimutu), dan Fadli (paling muda diantara kami, pertama kali ikut menemani). Kami memutuskan untuk melangkahkan kaki kesuatu tempat  untuk menikmati suasana berbeda setelah beberapa bulan terpenjara dirumah. HeheeÂ
Dari pembicaraan awalnya kami memutuskan untuk ke pantai, namun belum tau mau ke pantai mana. Awalnya yang mau dituju adalah Setiruk Beach, karena terpaut jarak yang lumyan jauh dan medan juga masih sulit akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Pantai Ujung Pandaran dan bermalam disana.
Jika berbicara pantai, takkan ada habisnya ungkapan kata indah untuk salah satu Ciptaan Tuhan ini. Bagi saya berada disini sangat menenangkan pikiran. Indahnya langit diatas, hamparan pasir dibawah membuat saya bersyukur bisa kembali meraih kedamaian ini.
Menyaksikan ombak yang datang dan pergi, memotivasi saya akan masalah yang dihadapi. Bahwa begitu juga masalah dalam hidup, pasti akan datang, namun pada saatnya ia akan pergi.
Inilah yang namanya rotasi kehidupan, kadang kita senang, adakalanya juga kita sedih.
Sembari ngobrol dan menyiapkan untuk makan malam, kami berbagi tugas untuk menyiapakan tempat mendirikan tenda. Saya dan Hapini kebagian mendirikan tenda, Asfi memasang hammok dan Fadli kebagian memasak, karena diantara kami berempat Fadli-lah yang jago masak. Setelah selesai  kamipun menyalakan api unggun untuk menghangatkan badan, agar kami tidak kedinginan juga bermanfaat untuk menjauhkan binantang buas jika sedang di alam terbuka.
Fadli sudah mempersilahkan kami untuk mencicipi masakan yang sudah disiapkannya, kamipun dengan segera mendekat dan berbaur disamping api unggun untuk menikmatinya. Maklum saja, jam sudah menujukan jam delapan malam, perut saya sudah sudah teriak minta isi (hehe).Â
Cerita terta berlanjut hingga selesai makan, ditemani juga suara ombak dan percikan air laut yang sedikit membasahi kami. Tak berapa lama Asfi menyuguhkan kopi, wahh semakin asik kami bercerita.
Malam semakin larut, Bulan dan Bintang terasa sangat akrab kepada kami. Ya Tuhan... Saya sangat bersyukur bisa menikmati apa yang Engkau ciptakan ini.