Kongres ke-5 PAN di Kendari, 10-12 Februari 2020, ditulis dengan warna berbeda-beda. Banyak perspektif. Subyektif dan obyektif. Mengapa dalam beberapa waktu sidang kongres diwarnai dengan kericuhan? Banyak jawaban tentunya.
Bisa saja saling menyalahkan dan membenarkan diri kita masing-masing. Kamu yang salah. Aku yang benar. Kamu yang brutal anarkis. Aku yang sopan demokratis. Kacamatanya tentu menggunakan lensa subyektif.
Tapi sudahlah. Stop! Kita harus move on. Janganlah kita semua mengulangi suasana kongres seperti itu. Seram mencekam. Isi pidato saling menyerang. Kompetisi seperti perang. Kita tidak perlu mencari kambing hitam. Ke depan, kita perbarui. Kongres ini menjadi pembelajaran sejarah untuk mengukir kebaikan di masa mendatang.
Nazarudin, Ketua DPW PAN Yogjakarta, adalah kader yang idealis. Kader masa depan. Tapi sayang, cara berpikirnya masih subyektif. Ada unsur su'udhon. Sel-sel neuronnya ada yang negatif. Tapi ya wajar, karena Nazarudin bukan anggota Steering Committe (SC) kongres, sehingga tidak dapat merasakan suasana kebatinan di rapat SC kongres.
SC kongres sudah memprediksi bahwa setiap kali acara kongres, dari sekian banyak agenda, semua peserta akan terfokus di pemilihan ketum. Padahal semua agenda kongres itu penting. Untuk itu semua anggota SC berupaya agar draf materi kongres tidak banyak menimbulkan perdebatan.
Di rapat pleno SC kongres, tidak ada anggota SC yang berkeberatan jika tentang SK pengangkatan pengurus menjadi kewenangan 2 tingkat di atasnya, untuk pengurus DPD, DPC, DPRt. Jadi, untuk pengurus DPW dan DPD, kewenangan penetapan dan pengangkatan SK pengurus di DPP.
Tok!
Bunyi palu SC kongres diketuk. Tidak ada satupun anggota SC kongres menolak dan atau tidak menyetujui.
Nah, saya tak sependapat dengan Nazarudin soal argumentasinya menilai kondisi kongres ricuh, untuk tujuan agar pasal ini lolos, demi kuasa dan kontrol. Ini yang saya katakan Nazarudin su'udhon.
Anggota SC kongres disusun dengan komposisi relatif adil-obyektif. Ada 23 nama. Sebagai anggota SC wajib dituntut obyektif, rasional, dan konstitusional. Tetapi sebagai anggota partai, setiap anggota SC memiliki hak politik masing-masing. Ada anggota SC yang menentukan pilihan politiknya ke Zulkifli Hasan, Asman Abnur, Drajad Wibowo, dan Mulfahri Harahap, dan ada yang netral. Makanya saya katakan komposisi SC: adil-obyektif.
Nazarudin yang di kongres Kendari menjadi tim MH, setelah saya jelaskan komposisi anggota SC kongres, bisa saja berdalih, maksud tulisannya bukan ditujukan ke salah satu tim sukses, tetapi ke DPP karena anggota SC kongres adalah orang Pusat.
Nazarudin mesti tahu bahwa landasan pemikiran merubah kewenangan pengangkatan dan penetapan SK pengurus DPD ke DPP tidak berorientasi untuk membangun sentralisme, otoritarianisme, atau diktaktorisme. Hal itu tidak benar. Yang menjadi landasan berpikir sebagian besar anggota SC kongres bahwa PAN sebagai partai politik, fungsi koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi kebijakan partai, kepengurusan, monitoring program, evaluasi dan reevaluasi strategi, dari pengurus Pusat sampai Daerah, harus terkelola dengan baik, well organized, dan sesuai prinsip demokrasi.