Mohon tunggu...
Diella Dachlan
Diella Dachlan Mohon Tunggu... -

"When the message gets across, it can change the world"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Situs Makam Tua Islam Garisul Jasinga

7 Juni 2018   10:19 Diperbarui: 7 Juni 2018   11:30 4036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memperhatikan bentuk nisan kuno di Situs Garisul, Kampung Garisul, Desa Kalong Sawah, Kec. Jasinga, Kab. Bogor

Rencana makan siang di Jasinga mendadak buyar ketika angkot yang Bimo dan saya tumpangi  melewati Plang Situs bertuliskan "Situs Makam Raja-Raja Islam (Garisul)" awal April 2018 lalu. Komplek pemakaman ini terletak di Kampung Garisul, Desa Kalong Sawah, Kecamatan Jasinga. Plang itu terletak di tepi jalan antara Leuwiliang -- Jasinga. Kedua Kecamatan di Kabupaten Bogor ini berjarak sekitar 30 kilometer satu sama lain atau hampir 60 kilometer dari Kota Bogor.

Menuju komplek pemakaman ini, kami berhenti sejenak di Sungai Cidurian. Sungai ini sesungguhnya amat cantik. Namun kami urung mengambil foto, setelah tak sengaja melihat seseorang lelaki menurunkan celananya berjongkok di aliran air siap buang hajat. Belum lagi sampah plastik yang bertebaran memenuhi sisi sungai. Duhh....ini sungai atau TPA dan MCK?

Kami menyusuri jalan kampung di sisi sungai hingga tiba di Musholla dan ada tangga semen menuju ke atas. "Lurus saja ikuti tangga itu, nanti Ibu menyusul" tiba-tiba seorang Ibu berumur sekitar 60 tahun menyapa kami dari depan rumahnya. Belakangan kami ketahui ibu itu bernama Neneng. Beliau menjaga komplek makam ini sejak tahun 2000 menggantikan ayahnya.

Ada 9 makam di bawah bangunan cungkup ini. 7 nisan berbentuk bulat yang menurut literatur menandakan makam laki-laki. Sedangkan dua berbentuk pipih yang menandakan makam perempuan
Ada 9 makam di bawah bangunan cungkup ini. 7 nisan berbentuk bulat yang menurut literatur menandakan makam laki-laki. Sedangkan dua berbentuk pipih yang menandakan makam perempuan
Komplek Makam Kuno Islam

Selimut lumut di hamparan nisan kuno yang menempati kawasan seluas 5 hektar ini menambah kesan tua, kuno dan misterius. Keteduhan pohon menghalangi terik matahari, namun tak menghalangi serbuan nyamuk kebun yang cukup ganas.

"Lurus saja itu komplek makam yang sering orang datangi" Ibu Neneng yang tau-tau muncul lengkap dengan sapu lidi di tangan membuat kami terlompat kaget. Ia menunjuk bangunan bertiang putih tak berdinding di ujung makam yang berbatasan dengan sawah.

Ada 9 makam di bawah bangunan bercungkup ini. Nisannya berbeda bentuk dengan kebanyakan nisan di luar cungkup. 7 nisan berbentuk bulat, sedikit mengingatkan akan bentuk gada. Sedangkan 2 nisan lainnya di dekat pintu masuk bangunan, berbentuk pipih.Menurut literatur, nisan berbentuk pipih menandakan makam perempuan. Sedangkan nisan bulat dengan bentuk seperti kubah, menandakan makam laki-laki.

Tumpukan booklet Surah Yasin menandakan tempat ini menjadi lokasi para peziarah. Konon ramai peziarah di Bulan Maulid. Setelah membacakan Surah Yasin untuk arwah para penghuni makam, mulailah kami menjelajahi lokasi ini. Suara kosrekan sapu lidi Ibu Neneng menyapu daun-daun kering memecahkan keheningan makam. Ah...syukurlah ada beliau.

Dengan pengetahuan nyaris nol tentang arkeologi Islam, kami sangat berterimakasih pada Kang Hendra Astari dari Komunitas Napaktilas Peninggalan Budaya yang mengarahkan untuk mencari tesis penelitian Muhammad Thoha Idris di Program Studi Arkeologi UI tahun 1995 (23 tahun yang lalu!) dan Reyhan Biadilla dari Komunitas Ngopi Jakarta (NgoJak) yang meminjamkan buku "Penelitian Arkeologi Islam" karangan Dr.H.Uka Tjandrasasmita.

Tanpa pegangan literatur yang mumpuni, pertanyaan-pertanyaan tentang narasi sebuah lokasi ini ibarat kalimat retoris alias buntu.

Penjelajahan kami saat itu hanya mengamati aneka bentuk nisan, sesekali mengukur dan berjalan mengelilingi kawasan. Di ujung makam, di dekat hutan bambu terdapat komplek makam yang lebih baru, bahkan ada makam yang masih basah dengan taburan bunga.

Karena tidak menemukan literatur penunjang di internet, dua bulan setelah kunjungan akhirnya saya mendatangi Perpustakaan Universitas Indonesia untuk menjemput tesis Muhammad Thoha Idris.  Al-Fatihah untuk almarhum penyusunnya, semoga amal kebaikan terus mengalir untuk beliau.

Jalan menuju lokasi situs
Jalan menuju lokasi situs
Literatur yang Mematahkan Asumsi

Beberapa kutipan dari tesis di tulisan ini hanya memasukkan yang paling relevan saja.

Masa kolonial Belanda sempat mencatat dan mendokumentasikan beberapa situs purbakala di seputar Bogor. Namun, keberadaan situs Garisul ini baru dicatat dan dimuat dalam Oudheidkundig Verslag (OV= Laporan Purbakala) tahun 1938. Uka Tjandrasasmita dalam  menguraikan kembali catatan ini dalam "Riwayat Penyelidikan Kepurbakalaan Islam di Indonesia" (Tjandrasasmita, 1982, 104).

"Nisan di Komplek Pemakaman Garisul ini kemungkinan berasal dari Abad 19. Ini terlihat dari bentuk nisan di kubur laki-laki yang berangka tahun 1200 H atau 1822 M (Makam Haji Syarif). Sedangkan kubur perempuan hanya ada ukiran dan belum bisa jelas penguraiannya" tulis M.T Idris dalam tesisnya menjawab pertanyaan kami tentang perkiraan tahun komplek pemakaman ini.

Penguraiannya yang cukup panjang dan komprehensif di tesis, mematahkan asumsi kami dan beberapa literatur di internet yang mengatakan komplek ini berasal dari akhir tahun 1500-an dan ada kaitannya dengan penyerangan Pasukan Banten ke Kerajaan Pakuan Pajajaran. Meskipun, ternyata kaitannya dengan Banten cukup akurat.

Hal ini karena tesis membandingkan bentuk-bentuk nisan di Garisul dengan bentuk-bentuk nisan di daerah lain, seperti Aceh, Demak dan Sulawesi. Tetapi utamanya, pembanding utama nisan Garisul di tesis ini adalah kelompok kemplek makam Mesjid Agung Banten Lama, Kesunyaan dan OdelKasemen yang semuanya berlokasi di Banten.

 "Situs Garisul-Jasinga banyak memiliki kesamaan bentuk pada nisan di situs Banten Lama yang diklasifikasikan dengan tipe Aceh dan tipe Demak-Troloyo, baik bentuk silindrik maupun bentuk pipih. Penguraian sejarahnya sesuai dengan pahatan nisan tersebut yaitu abad 19" demikian M.T Idris menarik kesimpulan dalam tesisnya. Keunikan lain adalah adanya inskripsi Arab dengan gaya kaligrafi Naskhi dan Kufi atau bahasa Jawa di lingkungan masyarakat berbahasa Sunda.

Artefak Makam

Dari sudut pandang arkeologi, sebagai artefak, keberadaan makam dapat menjadi bukti pertumbuhan budaya Islam pada suatu kurun waktu di sebuah kawasan. Persebaran makam dapat diamati secara spasial dan temporal atau ruang dan waktu.

"Nisan kubur menurut konsep Islam sebenarnya tidak mempunyai fungsi ganda apalagi sakral, tetapi hanya sebagai tanda untuk membedakan bagian kepala dan kaki serta arah bujur". Ragam hias pada makam mengindikasikan ekspresi dari seniman pada masa itu, yang menuangkan gagasannya dalam bentuk garis, warna dan irama. Menarik untuk menyimak apa yang dikatakan Kiefer dan Sather (1970, 78) dalam tesis yang sama.

Secara singkat dan umum, komplek pemakaman Islam di Indonesia mendapatkan pengaruh dari kebudayaan Hindu dan Islam Arab. Saya cenderung setuju dengan pendapat ini, melihat bentuk nisan yang ada di Komplek Pemakaman Garisul. Komplek pemakaman yang terletak di sebelah utara Jasinga ini memiliki orientasi menghadap ke barat, sebagaimana umumnya komplek pemakaman Islam.

M.T Idris membagi tipe nisan ke dalam dua kelompok, yaitu.

  • Tipe Garisul (TG) 1: Bulat. Bagian kaki berdenah segi empat persegi, bagian badan besar, bulat dari bagian bahu ke bawah mengecil, bagian bahu ke atas meruncing seperti kubah mesjid.
  • Tipe Garisul (TG) 2: Bentuk dasarnya persegi, bagian kaki berdenah empat persegi, bagian badan persegi, bagian atas meruncing dan ada pula yang datar.

Pembagian tipe ini sangat membantu untuk tipologi bentuk nisan di komplek Garisul. Sayang sekali, ketika berkunjung ke sana, kami tidak membawa literatur ini untuk mencocokkan dan mempelajari data dengan kondisi saat ini.

Beberapa bentuk nisan di Garisul
Beberapa bentuk nisan di Garisul
Apakah Ini Makam Raja?

Hal ini menjadi perdebatan. Siapa sebenarnya mereka yang dimakamkan di Garisul? Bagaimana kisahnya? Agak terlalu dini untuk mengatakan bahwa Komplek Pemakaman Garisul adalah pemakaman para raja dan bangsawan. Bentuk nisan di bawah cungkup yang sangat berbeda dengan hamparan nisan di luar cungkup mengindikasikan adanya ketokohan.

Namun Saya belum menemukan literatur pendukung yang kuat tentang hal ini. Asumsi sementara masih berkutat pada ketokohan di makam ini berkaitan dengan penyebaran agama Islam di daerah tersebut.  Tentu hal ini akan bisa dipatahkan dengan penelitian yang lebih baru.

Akan tetapi, data dari tesis M.T Idris ini mungkin membantu memberikan sedikit gambaran tentang komplek makam Garisul dan tokoh terpentingnya. Dari 196 makam di komplek makam situs Garisul- ini, yang masih memiliki nisan ada 182 nisan, terdiri dari 5 kelompok komplek, yaitu:

  • Bukit Garisul dengan tokoh terpenting Haji Syarif.
  • Bawah bukit Garisul, dengan tokoh Mas Adong (Syeikh Katafi)
  • Bukit pinggir jalan raya dengan dikelilingi hutan, dengan tokoh penting Embah Onjam
  • Bukit Parungsapi-Jasinga, dengan tokoh penting Kyai Haji Muhyidin (Kyai Muhyi)
  • Bukit pinggir jalan raya kampung Parungsapi dengan tokoh penting Nyai Laila.

Tesis M.T Idris lebih membahas pada bentuk tipologi nisan makam dari sudut pandang arkeologi, sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk menelusuri kisah para tokoh dan keberadaan makam ini.

Menuju ke Lokasi Ini

Sungai Cidurian di Desa Kalong Sawah, sungai cantik yang sayangnya kotor
Sungai Cidurian di Desa Kalong Sawah, sungai cantik yang sayangnya kotor

Jika Anda tertarik datang ke lokasi ini dengan kendaraan umum, bisa mengambil angkot jurusan Jasinga dari terminal Laladon. Atau mengambil jurusan Leuwiliang dan menyambung angkot ke arah Jasinga. Ada beberapa warung di pinggir sungai yang menjual makanan kecil dan indomie. Amannya membawa makanan dan minuman sendiri plus kantong sampah yang dibawa kembali agar lokasi tetap bersih.

Yang paling penting adalah membawa obat oles anti nyamuk kalau ke mari. Maklum, nyamuk di sini lebih banyak dari satu batalyon dan gemar menyerbu dengan gigitan gemasnya. Ouchh.....

Referensi:

  1. Idris, M. T. (1995). Hubungan antara Gerakan-Gerakan Masyarakat Muslim Banten dan Situs Garisul-Jasinga Kabupaten Bogor: Kajian Tipologi Nisan, Tesis, Program Studi Arkeologi Ilmu Pengetahuan Budaya Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
  2. Tjandrasasmita, Uka. (2000). Penelitian Arkeologi Islam dari Masa ke Masa,  Menara Kudus, Kudus
  3. Situs Garisul Kawasan Sejarah Jasinga, 6 Desember 2013. Baca di sini.

Menuju ke lokasi Situs Garisul
Menuju ke lokasi Situs Garisul

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun