Karena tidak menemukan literatur penunjang di internet, dua bulan setelah kunjungan akhirnya saya mendatangi Perpustakaan Universitas Indonesia untuk menjemput tesis Muhammad Thoha Idris. Â Al-Fatihah untuk almarhum penyusunnya, semoga amal kebaikan terus mengalir untuk beliau.
Beberapa kutipan dari tesis di tulisan ini hanya memasukkan yang paling relevan saja.
Masa kolonial Belanda sempat mencatat dan mendokumentasikan beberapa situs purbakala di seputar Bogor. Namun, keberadaan situs Garisul ini baru dicatat dan dimuat dalam Oudheidkundig Verslag (OV= Laporan Purbakala) tahun 1938. Uka Tjandrasasmita dalam  menguraikan kembali catatan ini dalam "Riwayat Penyelidikan Kepurbakalaan Islam di Indonesia" (Tjandrasasmita, 1982, 104).
"Nisan di Komplek Pemakaman Garisul ini kemungkinan berasal dari Abad 19. Ini terlihat dari bentuk nisan di kubur laki-laki yang berangka tahun 1200 H atau 1822 M (Makam Haji Syarif). Sedangkan kubur perempuan hanya ada ukiran dan belum bisa jelas penguraiannya" tulis M.T Idris dalam tesisnya menjawab pertanyaan kami tentang perkiraan tahun komplek pemakaman ini.
Penguraiannya yang cukup panjang dan komprehensif di tesis, mematahkan asumsi kami dan beberapa literatur di internet yang mengatakan komplek ini berasal dari akhir tahun 1500-an dan ada kaitannya dengan penyerangan Pasukan Banten ke Kerajaan Pakuan Pajajaran. Meskipun, ternyata kaitannya dengan Banten cukup akurat.
Hal ini karena tesis membandingkan bentuk-bentuk nisan di Garisul dengan bentuk-bentuk nisan di daerah lain, seperti Aceh, Demak dan Sulawesi. Tetapi utamanya, pembanding utama nisan Garisul di tesis ini adalah kelompok kemplek makam Mesjid Agung Banten Lama, Kesunyaan dan OdelKasemen yang semuanya berlokasi di Banten.
 "Situs Garisul-Jasinga banyak memiliki kesamaan bentuk pada nisan di situs Banten Lama yang diklasifikasikan dengan tipe Aceh dan tipe Demak-Troloyo, baik bentuk silindrik maupun bentuk pipih. Penguraian sejarahnya sesuai dengan pahatan nisan tersebut yaitu abad 19" demikian M.T Idris menarik kesimpulan dalam tesisnya. Keunikan lain adalah adanya inskripsi Arab dengan gaya kaligrafi Naskhi dan Kufi atau bahasa Jawa di lingkungan masyarakat berbahasa Sunda.
Artefak Makam
Dari sudut pandang arkeologi, sebagai artefak, keberadaan makam dapat menjadi bukti pertumbuhan budaya Islam pada suatu kurun waktu di sebuah kawasan. Persebaran makam dapat diamati secara spasial dan temporal atau ruang dan waktu.
"Nisan kubur menurut konsep Islam sebenarnya tidak mempunyai fungsi ganda apalagi sakral, tetapi hanya sebagai tanda untuk membedakan bagian kepala dan kaki serta arah bujur". Ragam hias pada makam mengindikasikan ekspresi dari seniman pada masa itu, yang menuangkan gagasannya dalam bentuk garis, warna dan irama. Menarik untuk menyimak apa yang dikatakan Kiefer dan Sather (1970, 78) dalam tesis yang sama.