Mohon tunggu...
Diekdock
Diekdock Mohon Tunggu... -

Karyawan swasta pemilik blog ruangkita.co

Selanjutnya

Tutup

Money

Subsidi Dicabut, Iuran Dipungut

30 Desember 2015   15:12 Diperbarui: 3 Januari 2016   23:04 1381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

PUNGUTAN dana ketahanan energi bakal menjadi pro kontra di tengah masyarakat. Pasalnya, langsung atau tidak langsung, dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat, semua kalangan. Bedanya kalau kalangan yang kecukupan akan tanggapi biasa saja karena mereka 'punya', tapi bagi kalangan yang tidak kecukupan karena mereka 'tidak punya', hal seperti ini dianggap serius.

Seperti Marto, sarjana yang nasibnya tidak sama seperti para sarjana lain yang bekerja di kantoran, menjadi PNS atau karyawan perusahaan. Dia sarjana yang nasibnya sama seperti sarjana lain yang tidak bekerja di kantoran, bahkan masih pengangguran (itu kalau kita berasumsi sarjana harus bekerja di kantoran). Dia menanggapinya tentu beda dengan seorang manajer perusahaan terkait rencana Kementerian ESDM tersebut.

Marto sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek dengan motor 'laki' yang sudah usang sebelum lunas kreditnya. Meski tukang ojek, dia tidak seperti tukang ojek yang lain, tergabung dalam tekno-jek (saya menyebutnya begitu) atau ojek online. Dia mandiri mencari penumpang secara konvensional.

Beberapa hari terakhir ini dia mengeluhkan kebijakan pemerintah yang dulu mencabut subsidi BBM sehingga mengakibatkan harga bensin untuk motornya naik. Dia makin mengeluh terkait rencana pemerintah menarik pungutan Rp300-Rp500 per liter dengan dalih untuk dana ketahanan energi. Dia mengumpat-ngumpat saat bertemu sama saya.

"Bagaimana sih pemerintah ini mas, subsidi sudah dicabut, masih dipungut biaya lagi. Masa kita sebagai rakyat kecil yang harus bayar iuran untuk kepentingan program pemerintah. Saya ini sudah susah, pendapatan tidak seberapa tapi biaya untuk bekerja saja harus tinggi," katanya dengan nada tinggi.

Marto ini dulunya bekerja di sektor pertambangan di Kaltim. Namun karena harga batu bara anjlok, perusahaanya tutup. Dia dirumahkan, meskipun entah sampai kapan. Uang yang didapat dari perusahaan sudah dibelikan mobil pick up bekas untuk usaha dagang sembako keliling. Tapi usahanya mandeg. Mobil terjual. Modal habis.

Untung dia masih punya motor untuk ngojek. Sempat berpikir melamar bekerja di kantoran tapi usianya yang di atas 40 tahun tidak ada yang menerima. Sehari-hari untuk menghidupi istri dan tiga anaknya yang masih sekolah dia mencari penumpang ojek. Mangkalnya di depan pasar yang dulunya pasar tradisional tapi sekarang dimoderenkan, dicampur atau satu kawasan dengan mall.

Bagi Marto, kebijakan memungut biaya di setiap pembelian BBM dan dibebankan ke pembeli adalah kebijakan yang keliru. Salah alamat. Bentuk keputusasaan pemerintah untuk mendapatkan sumber pendapatan negara.

Rakyat yang seharusnya menikmati hasil sumber daya alam yang dikelola negara, justru harus membayar mahal. BBM menurut Marto adalah hasil sumber daya alam negara ini yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan diolah untuk kemakmuran rakyatnya. Seperti halnya listrik, jalan dan air. Diperlukan campur tangan negara agar rakyatnya bisa menikmati, bisa menjadi makmur.

Lha ini campur tangannya pemerintah justru membebani rakyat sendiri. Aneh, kata Marto dan kata saya juga.

Saya hanya diam mendengarkan omongan Marto, yang benar-benar dari dalam hati. Dia adalah rakyat yang merasakan langsung segala kondisi akibat kebijakan pemerintah. Terlalu serius dia membahas soal rencana pemerintah itu, seserius dia harus bertahan hidup, menghidupi keluarganya. Dia tidak anggap hal ini main-main karena soal hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun