Mohon tunggu...
diyah
diyah Mohon Tunggu... Freelancer - Dee

lulusan antropologi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengintip Jejak Pabrik Gula Pangkah di Slawi Jawa Tengah

7 Mei 2018   11:13 Diperbarui: 7 Mei 2018   14:00 2220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kereta yang digunakan di pabrik gula untuk mengangkut tebu/dokumentasi pribadi

Sebuah bangunan besar masih terlihat utuh berdiri di perumahan pegawai Pabrik Gula Pangkah. Bangunan tersebut ternyata masih digunakan sampai sekarang sebagai rumah dinas kepala Pabrik Gula Pangkah. Pabrik Gula Pangkah sendiri merupakan salah satu pabrik gula besar di wilayah Slawi, Jawa Tengah.

Gula, menjadi sebuah industri di tanah Jawa sejak pemerintah kolonial Belanda mengenalkan tanaman tebu untuk ditanam di berbagai tempat di Jawa. Pembuatan gula tebu sendiri konon sudah dimulai sejak masa awal Masehi, ketika seorang penulis Yunani menulis mengenai cairan pekat dan rapuh seperti madu di India, dan Arab. 

Hal ini dikuatkan oleh R.J.Forbes, yang mencatat kalau gula sudah dibuat di India jauh sebelum masa awal Masehi dalam jumlah yang tidak banyak. Industri gula juga sudah berkembang di Tiongkok, bahkan kerap digunakan sebagai obat selain bahan pencampur dalam makanan, dan pengawet makanan.

Istilah gula sendiri, kemungkinan berasal dari kata gur (bahasa Hindi), yang artinya bola, menunjuk pada gula merah atau gula Jawa. Sedangkan gula tebu atau gula putih konon diperkenalkan oleh orang-orang Tiongkok yang datang ke nusantara. Namun belumlah menjadi gula untuk komoditas.

Dan pada masa UU Agraria lahir di Hindia Belanda, gula dari tanaman tebu kemudian dijadikan komoditas. Tanaman tebu ditanam secara masal di berbagai tempat yang bertanah subur, dengan pengairan yang cukup, di nusantara terutama Jawa. Tanaman ini ditanam dilahan-lahan yang disewakan oleh pemerintah Hindia Belanda selama 75 tahun. Tebu-tebu dibawa dengan perahu melalui sungai, dan ketika sudah dibangun rel kereta, tebu-tebu pun dibawa dengan kereta api. 

Sebetulnya tanaman tebu ini sudah mulai ditanam pada masa kebijakan tanam paksa 1830 sampai dengan kebijakan awal liberal 1870, namun terbatas pada lahan milik orang pejabat Belanda ataupun Tionghoa. Dengan adanya UU Agraria ini, pemerintah Hindia Belanda waktu itu membuka kesempatan bagi semua orang Belanda memiliki lahan dengan sistem menyewa, dan mengembangkan tanaman-tanaman tebu yang sudah ada, atau menanam lebih banyak tanaman tebu. 

Hal ini terjadi sampai tahun 1930-an. Pada perkembangan selanjutnya, pabrik-pabrik gula yang mengolah tebu dari perkebunan-perkebunan tebu pun banyak didirikan. Hampir di setiap kota besar di Pulau Jawa misalnya, terdapat satu pabrik gula.

Pabrik-pabrik tebu ini meskipun secara administratif dijalankan oleh orang Belanda, namun kenyataannya, produksi pabrik tebu ini tergantung dari hasil perkebunan tebu yang baik secara kualitasnya dan pengolahan tebu nya yang konsisten dan memerlukan ketrampilan khusus. Perkebunan tebu pun diolah oleh pekerja-pekerja musiman dari daerah sekitar perkebunan. Sedangkan pengolahan tebu menjadi gula kristal dalam pabrik dikerjakan oleh orang-orang Tionghoa,yang berasal dari Fujian.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, ada berbagai macam komoditas unggulan Hindia Belanda, dan gula sebagai salah satunya. Dan di Slawi, terdapat salah satu peninggalan pabrik gula yang memproduksi gula tebu besar-besaran yaitu Pabrik Gula Pangkah. Pabrik gula yang dibangun pada 1832 ini, masih berfungsi sampai sekarang meskipun produksinya sudah tidak sebesar pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Pabrik ini dimiliki oleh Nv Mitjot Explitatie Dert Suiker Fabrieken dikelola oleh NV KOSY dan SUCIER yang bekedudukan di Surakarta, Jawa Tengah.

Pabrik Gula di Pangkah, Slawi, Jawa Tengah ini, mengalami masa jaya sampai tahun 1930-an. Ketika krisis ekonomi dunia tahun 1933 terjadi, pabrik ini pun mengalami dampaknya, apalagi terdapat pembatasan harga gula dunia, yang mengakibatkan produksi gula harus dibatasi.

 Dan ketika Jepang masuk ke nusantara, banyak pabrik gula yang dibumi hanguskan, namun Pabrik Gula Pangkah masih bertahan. Ada sekitar 179 pabrik gula di Jawa pada masa Hindia Belanda, menjadi 49 saja pada masa Jepang berkuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun