Mohon tunggu...
Didot Mpu Diantoro
Didot Mpu Diantoro Mohon Tunggu... Konsultan Komunikasi

Aktif di dunia periklanan dan komunikasi pemasaran sejak tahun 1996, mendirikan perusahaan periklanan sendiri sejak tahun 2001. Terlibat sebagai panitia dalam beberapa event olahraga berskala nasional maupun internasional sejak tahun 2008. Aktif sebagai konsultan komunikasi dan pembuat konten media sosial.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indonesia, sebuah lanskap budaya permainan tradisional yang luas

19 Mei 2025   05:05 Diperbarui: 24 Mei 2025   18:12 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://stephaniesmith6.blogspot.com/2022/08/bermain-kotak-hitam-bbm.html

sumber: https://www.dreamstime.com/ 
sumber: https://www.dreamstime.com/ 
Permainan Tradisional Indonesia sebagai Lanskap Budaya

Indonesia bukan sekadar negara kepulauan yang luas, tapi juga rumah bagi ratusan etnis dan ribuan sub-etnis yang membentuk lanskap budaya yang sangat beragam. Keragaman ini tercermin dari kondisi geografis kita yang unik: dari pantai tropis hingga pegunungan tinggi seperti Puncak Jaya di Papua yang diselimuti salju abadi, atau dataran tinggi seperti Dieng dan Ruteng yang bisa membentuk embun beku di pagi hari. Alam yang kaya dan beragam ini ikut membentuk budaya kita, termasuk salah satu warisannya yang khas: permainan tradisional.

Permainan tradisional bukan sekadar hiburan masa kecil. Ia adalah bagian dari kehidupan masyarakat, diwariskan secara turun-temurun, lebih sering melalui praktik langsung ketimbang lewat buku atau catatan tertulis. Justru di situlah kekuatannya: permainan ini hidup karena dimainkan, karena diceritakan, dan karena terus diwariskan. Tanpa partisipasi, permainan ini bisa hilang ditelan zaman.

Sebagian besar permainan rakyat muncul dari interaksi manusia dengan alam dan lingkungan sosialnya. Ia tumbuh mengikuti ritme hidup masyarakat---entah yang tinggal di sawah, pesisir, atau pegunungan. Dalam permainan itu, anak-anak tak cuma bermain, tapi juga belajar hidup bersama, melatih tubuh dan pikiran, serta memperkuat rasa kebersamaan.

Dari kacamata sosiologi, permainan tradisional mencerminkan kehidupan sosial tempat ia berkembang. Nilai-nilai seperti gotong royong, kejujuran, atau cara menghadapi tantangan hidup tersimpan di dalamnya. Misalnya dalam permainan gobak sodor atau bentengan, anak-anak belajar tentang pentingnya kerja sama, kepercayaan, dan aturan main. Mereka paham bahwa kemenangan bukan cuma soal siapa yang paling kuat, tapi siapa yang paling solid sebagai tim.

Émile 

sumber: rippers.id/adat-budaya-nusantara/permainan-tradisional-gobak-sodor/ 
sumber: rippers.id/adat-budaya-nusantara/permainan-tradisional-gobak-sodor/ 
Durkheim, seorang sosiolog klasik, menyebut bahwa unsur budaya seperti permainan punya peran penting dalam menjaga solidaritas sosial. Sementara Pierre Bourdieu bicara soal "habitus"---kebiasaan yang terbentuk lewat praktik sehari-hari. Dalam konteks ini, anak-anak belajar norma sosial lewat permainan: menunggu giliran, membaca strategi lawan, atau memahami kapan harus bertindak dan kapan harus menahan diri.

Henri Tajfel, lewat teori identitas sosialnya, menjelaskan bahwa permainan juga bisa memperkuat rasa kebersamaan dalam kelompok. Permainan khas daerah seperti ma'raga dari Sulawesi atau gasing dari Kalimantan tak hanya menghibur, tapi juga menjadi simbol identitas budaya setempat.

Lingkungan alam pun ikut membentuk permainan. Teori ekologi budaya dari Julian Steward membantu menjelaskan hal ini. Di daerah pesisir, misalnya, permainan anak-anak sering memanfaatkan kerang atau pasir. Sementara di daerah pegunungan, bahan-bahan seperti batu, kayu, atau daun lebih banyak digunakan. Setiap permainan seperti peta kecil yang menunjukkan bagaimana manusia beradaptasi dengan alam sekitarnya.

Ketika kita memetakan permainan rakyat di Nusantara, sejatinya kita sedang membaca peta budaya. Nama dan bentuknya bisa berbeda, tapi esensinya sama: permainan rakyat adalah cara untuk membangun kebersamaan, menanamkan nilai, dan merayakan hidup.

Psikolog pendidikan Lev Vygotsky pernah menyebut bahwa permainan adalah cara anak-anak menyerap nilai dan norma dalam masyarakat. Saat bermain engklek, anak belajar tentang aturan, kesabaran, dan empati. Ini bukan sekadar permainan, tapi latihan kehidupan.

Peneliti seperti Achroni K. dan Kurniati E. menyatakan bahwa permainan tradisional sarat makna moral, nilai-nilai sosial, dan pengembangan keterampilan anak. Beberapa permainan bersifat strategis, ada yang mengandalkan fisik, dan ada pula yang bergantung pada keberuntungan. Semua itu ikut membentuk karakter anak dalam suasana yang menyenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun