Mohon tunggu...
didik Pudjosentono
didik Pudjosentono Mohon Tunggu... Jurnalis - saya adalah sekian dari beberapa Penulis yang tercecer di gramatika media di negara ini , saya Lulusan Filsafat IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta TH 1996 , dan menganggur , tidak dapat pekerjaan sejak lulus Kuliah hingga sekarang, karena buruknya birokrasi dan banyaknya persaingan tidak sehat untuk bekerja apapun di Negeri beganjing ini
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Capricornus

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki Tanggung (Bulan)

21 Februari 2020   20:12 Diperbarui: 21 Februari 2020   20:14 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lelaki tanggung ( dokpri)

tanggung....memang tanggung..

tak tanggung- tanggung lelaki itu  bersimpuh di dalam pasar  yang amis.ddan dekil .. Di kumpulan los ikan dan los daging ditengah pasar itu . Malam telah lewat sepertiganya, sementara los los lama yang harus diruntuhkan baru selesai separuhnya.Sambil mengusap peluh, ia genggam godam pemukul .

 Terlihat urat uratnya keluar, tampakkan keletihan sedari siang. Mandor memerintahkan , semua los sudah harus rata sebelum fajar. Ia bersama lima pekerja lainnya, hanya terdiam, menghitung malam di tengah amis pasar.Ia sebenarnya bukanlah pekerja kasar, hanya buruh harian. Baru semester ke dua sebuah perguruan tinggi negeri. Nasib yang membawanya kesini, sejauh delapan ratus kilometer dari rumahnya.


Masih terngiang suara emaknya lewat telepon beberapa hari lalu.
" Nak, ayahmu belum bisa mengirimkan uang untuk biaya semesteran ini, ia lebih mendahulukan ayukmu di Palembang, yang bersamaan harus bayar uang Semesteran" ucap emak, dengan lirih.


"Engkau kan tahu, ayahmu sudah kemana mana cari pinjaman , belum ada yang memberi, karena sebagai pegawai biasa, batas hutang yang lalu, belum terlunasi" suara emak dari seberang, mulai terdengar agak serak.
"Ayukmu memang didahulukan ayahmu, karena ia fikir anak lelaki lebih banyak pilihan dan bisa cari kerja sambilan" ucap emak sesenggukan.
Ia keluarkan dompet kumal di celana jeansnya yang lusuh. Dihitungnya, masih kurang , perlu kerja tambahan seminggu lagi.
Tak apalah pikirnya, toh bisa minta izin kepada mandor agar diperbolehkan shif malam saja, setelah pulang kuliah.
Sambil mengusap telapak tangannya yang mulai melepuh, ia berdiri dengan kepala tegak. Digenggamnya gada pemukul dengan eratnya.
Terbayang wajah kakak perempuannya yang yang lembut hati, dan adik perempuannya yang periang, yang selalu menggodanya agar segera punya pacar, ia tersenyum sendiri.


Perlahan dihantamkannya gada pada los pasar, sebongkah demi sebongkah mulai hancur, berderai berhamburan.
Lelaki itu tersenyum , satu perkara telah usai. Besok akan ia telpon emak, sampaikan berita, bahwa uang semesteran telah lunas dibayar.( untuk Moe yang lari dari rumah)( den mas jangkung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun