Mohon tunggu...
Didik Djunaedi
Didik Djunaedi Mohon Tunggu... Editor - Penulis, Editor dan Penikmat Hiburan

Editor, penulis, dan penikmat hiburan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Smartphone: Agama Baru bagi Masyarakat Modern

29 Agustus 2011   02:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:23 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu sore ketika sedang menunggu iPhone saya yang sedang diservis di sebuah pusat perdagangan ponsel besar di Jakarta, saya sempat berbincang dengan salah satu pemilik ponsel yang sedang diservis juga. Lelaki itu rupanya sedang mengalami masalah dengan iPhone-nya juga tapi hanya karena salah upgrade sehingga iPhone tersebut stuck dengan logo Apple di layarnya. Masalah yang tidak terlalu berat sebetulnya dibandingkan iPhone saya yang harus ganti digitizer-nya. Oleh karena itu, saya memberitahu ke lelaki tersebut bahwa sebetulnya masalah yang ia hadapi bisa diselesaikan sendiri. "Ya, saya tahu," jawab lelaki itu sambil berlagak memang tahu terus mengatakan langkah-langkah yang telah ia ambil dan ternyata tidak membuahkan hasil. Lalu saya memberitahu langkah-langkah penanganan kasus seperti itu yang sebaiknya ia ambil. Entah karena nada suara saya yang ia anggap sok tahu atau memang dia jenis orang yang selalu defensif terhadap saran orang lain, ia menyatakan bahwa ia juga telah melakukan hal yang saya sampaikan tapi tidak berhasil. "Seharusnya sih bisa," saya membalas pernyataan orang tersebut, "Tapi mungkin perlu dicoba lagi, barangkali ada yang tidak sempurna langkahnya." Orang itu sepertinya memang jenis yang tidak suka menerima saran, lalu ia menutup pembicaraan dengan mengatakan bahwa ia memutuskan untuk membawa iPhone-nya ke tempat servis saja. Dan kata-kata terakhir yang ia ucapkan, sungguh mengejutkanku, "Saya 'kan pengguna Android! Bukan pecinta iPhone." So what? Apa hubungannya? Dalam hati aku berkata, kalau memang dia pengguna Android seharusnya bisa melakukan perbaikan ringan seperti itu dengan iPhone-nya. Setahu saya proses upgrade OS dan customize tampilan ponsel Android lebih rumit dan memerlukan keterampilan ngoprek yang lumayan. Saya sempat terpancing emosi tapi mengingat sedang berpuasa saya bisa menahan emosi dan menganggap tidak ada gunanya berbantah lebih lanjut. Pada kesempatan lain, saya pernah berbincang dengan teman yang suka sekali dengan BlackBerry-nya terutama fasilitas BBM (BlackBerry Messenger) yang memang menjadi ajang chatting yang sedang tren bagi sebagian besar orang di Indonesia. Ketika keluar beberapa aplikasi messenger lintas platform (bisa dipakai oleh Android, iPhone, BB) seperti Whatsapp, saya menyarankan teman tersebut untuk memasang aplikasi tersebut agar bisa terhubung dengan teman-teman lain yang tidak menggunakan BB. Teman tersebut menolak mentah-mentah dengan berbagai alasan, di antaranya karena ia sudah telanjur menikmati BBM. Saya menyebutkan beberapa keunggulan Whatsapp dengan fitur yang nyaris sama dengan BBM tapi dia keukeuh-jumeukeuh tidak mau memasangnya. Well, saya tidak berupaya memaksanya karena saya juga tidak punya kepentingan dalam hal itu, justru saya ingin membuka forum silaturahmi teman tersebut agar lebih luas. Dua gambaran peristiwa yang saya alami di atas menjadikan saya bertanya-tanya, sudah sefanatik itukah para pengguna ponsel atau gadget? Android, BlackBerry dan iOS (iPhone) sudah semacam aliran kepercayaan atau, bahkan, agama. Astghfirullah. Selain Androider dan BBer, saya juga pernah melihat dan tidak sedikit orang yang sangat fanatik dengan iPhone dan hampir semua produk Apple. Saya sebetulnya bukan jenis fanatik terhadap produk tertentu karena saya telah mencoba beberapa ponsel dan smartphone termasuk yang berplatform Symbian, Windows Mobile, Android dan BlackBerry. Kebetulan setelah mencoba-coba saat ini saya merasa lebih cocok dengan iPhone tapi saya masih mempelajari sedikit-sedikit perihal Android dan BlackBerry, tidak lantas menutup diri untuk tidak mau mengetahui ponsel jenis lain karena pada dasarnya saya sangat tertarik dengan per-gadget-an walau tidak jenis yang ahli tapi sekadar tahu. Saya juga masih bermimpi memiliki ponsel canggih lain baik yang berplatform Android maupun Windows Phone yang benar-benar smart. Beberapa tahun lalu smartphone atau ponsel dikenal dari nama pabrikannya semacam Nokia, Sony Ericsson, Motorola, Siemens dan Samsung, bukan OS (operating system)-nya. Pada masa itu OS yang paling banyak dipakai adalah Symbian, Java, Windows Mobile atau OS buatan pabrikan itu sendiri yang nyaris tidak menonjol namanya. Hanya orang-orang IT yang mengetahui keunggulan OS-OS tersebut karena saat itu mungkin kemampuan OS  dan kecanggihan ponsel masih berada dalam taraf rata-rata, tidak terlalu menonjol perbedaannya. Akan tetapi, setelah era BlackBerry, lalu iPhone dan terakhir Android, tiba-tiba nama OS muncul dan mempunyai kekuatan yang membuat orang fanatik seperti penganut agama. Orang yang menggunakan Android menjelek-jelekkan dan membenci ponsel dengan platform lain. Para pengguna iOS juga merasa superior dan pengguna BB adalah umat tersendiri dengan tipikal dan ritual tertentu. Saling hina dan saling merendahkan atau perasaan paling benar atau paling baik sering kita temui dalam diskusi-diskusi di forum, baik secara terbuka maupun tertutup. Racun-meracuni agar semakin banyak orang menjadi umat OS tertentu juga terjadi di mana-mana. Oh my God! Pertengkaran dan pertentangan seperti itu sebetulnya tidak perlu terjadi dan sangat tidak berguna. Saya menyadari ada beberapa motif di balik pertentangan dan persaingan tersebut, mungkin ada yang bermotif dagang produk tertentu tapi jika argumen yang diberikan masuk akal dan tidak berlebihan, sah-sah sajalah. Dan saya juga menyadari tidak ada produk yang betul-betul sempurna, masing-masing mempunyai keunggulan dan kekurangan dan kesesuaian dengan penggunanya. Orang dengan tipe tertentu mungkin tidak cocok dengan iPhone, sementara tipe yang lain lebih memilih BlackBerry atau ponsel feature dengan kemampuan standar, bertelepon dan berkirim SMS. Pertimbangan fungsi, dana dan performa adalah hal yang bersifat individual dan juga sangat bergantung pada selera sehingga tidak perlu adanya pemaksaan atau "peracunan" yang berlebihan. Mudah-mudahan kita semua tidak terjebak dalam "penghambaan" yang berlebihan terhadap produk tertentu dan jatuh pada aktivitas penyembahan berhala baru (musyrik). Mari, menjelang Idul Fitri ini kita kembali ke fitrah dan tidak terjebak pada pendewaan atau penuhanan terhadap alat yang bernama: smartphone. Boleh-boleh saja merayakan hari raya idul fitri dengan smartphone baru dan mutakhir dari vendor dengan platform tertentu tapi jangan sampai membuat kita saling bermusuhan. :) Selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun