Mohon tunggu...
Didik Djunaedi
Didik Djunaedi Mohon Tunggu... Editor - Penulis, Editor dan Penikmat Hiburan

Editor, penulis, dan penikmat hiburan

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Oleh-Oleh Mudik: Kecap Saya Nomor Satu

2 September 2011   01:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:18 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kecap Cap Laron kebanggaan orang Tuban

[caption id="" align="alignleft" width="500" caption="Kecap Cap Laron kebanggaan orang Tuban"][/caption]

Saat mudik lebaran, salah satu yang menjadi daftar aktivitas yang hampir wajib dilakukan adalah membawa oleh-oleh untuk sanak- saudara, kerabat dan teman saat kembali. Tetangga dan teman kantor yang tidak mudik atau mudik ke tempat yang berbeda termasuk yang ada dalam daftar penerima oleh-oleh. Oleh-oleh ini sering ditagih oleh teman-teman atau kerabat, meskipun hanya sekadar basa-basi atau memang keinginan asli dari peminta oleh-oleh. Selain untuk memuaskan para peminta oleh-oleh, benda sebagai cenderamata ini juga sebagai penanda dari mana kita pulang kampung.

Mencari produk atau barang yang akan menjadi oleh-oleh bisa menjadi kesulitan tersendiri. Biasanya kita secara spontan mensyaratkan beberapa hal: nilai kekhasan produk, keunikan dan keterpakaian untuk calon penerima oleh-oleh. Memilih kekhasan dan keunikan ini saja sudah cukup memusingkan. Bagi sebagian daerah atau kota mungkin akan mudah menemukan benda atau makanan khas seperti ini. Misalnya, dodol pasti sudah sangat identik dengan Garut, bakpia untuk Yogya, rendang dan kripik sanjay pasti sudah sangat melekat dengan daerah Minang, lalu Wingko Babat yang mau tidak mau identik dengan nama Semarang, meskipun wingko Babat ini sebetulnya jajanan asli daerah Babat, Lamongan, Jawa Timur.

Sementara bagi beberapa daerah lain mungkin agak sulit menemukan benda atau makanan khas yang mencirikan wilayah tersebut seperti misalnya daerah saya, Tuban. Mungkin saya bisa membawa ikan asin atau terasi yang memang banyak dijual di kota pesisir ini tapi benda atau makanan tersebut jelas bukan khas Tuban. Dulu saya suka membawa makanan semacam kripik dari tepung beras/ketan rasa pedas yang bernama kemplang (berbeda dengan kemplang Palembang yang lebih terkenal) yang sempat menjadi cemilan khas di keluarga saya tapi nilai kepopulerannya belum menasional. Kesulitan-kesulitan semacam ini mungkin juga dialami oleh teman-teman lain.

Syarat kedua tentang keterpakaian dan kesesuaian dengan calon penerima oleh-oleh menjadi kesulitan yang lain. Biasanya kita sudah mempunyai daftar tak tertulis alias terbayangkan siapa saja yang akan menerima. Setelah membuka lembar ingatan tersebut lalu kita mulai membayangkan kecocokan benda dengan penerima. Dalam benak kita berkecamuk dengan pikiran semacam ini: Teman-teman kantor sepertinya tidak pada suka dengan benda A, B, dan C tapi para tetangga lebih suka benda yang F, G dan H. Halah, pusing kan?

Mungkin kita bisa saja mengabaikan hal-hal semacam itu. Peduli amat, mau diterima atau tidak oleh-oleh kita, yang penting kita bawakan buat mereka. Itu adalah salah satu pemikiran yang ada di pojok hati kita. Sementara itu pojok hati kita yang lain mengatakan: oleh-oleh kita must be perfect. Malu dong bila oleh-oleh kita ternyata tidak mendapat sambutan hangat, kita sudah capek-capek bawa, eh malah dionggokkan begitu saja di sudut ruangan kantor atau tidak ada yang menyentuhnya sama sekali.

Mulai deh kita menghabiskan sepersekian-lumayan-besar waktu mudik untuk mencari oleh-oleh. Kita datangi pusat penjualan oleh-oleh di kota kampung halaman atau setidaknya pergi ke pasar kalau tidak ada tempat semacam itu. Berjam-jam atau bahkan sampai mengambil hari lain untuk kembali lagi ke pasar tersebut untuk mencari-cari lagi. Waduh, pusing kan?

Namun, beberapa tahun terakhir saya telah menemukan satu oleh-oleh yang dijamin tidak bakalan ditolak dan dianggap basi (baca: dicuekin) oleh penerima. Dan nilai kekhasannya pun dijamin tinggi. Apakah benda/makanan itu? KECAP. Betul, saudara-saudara. Kecap dijamin akan memiliki nilai khas daerah masing-masing meskipun sudah ada kecap merek nasional yang sering kita temui di supermarket atau warung-warung di dekat rumah. Ternyata masing-masing kota atau wilayah di Indonesia mempunyai kecap kebanggaan, setidaknya di kota-kota di Jawa.

Orang Tulungagung sangat bangga dengan kecap Cap Kuda-nya, bangsa Kediri akan menjunjung tinggi kecap cap Sawi dan warga Tuban sangat fanatik dengan kecap cap Laron. Selain mempunyai nilai khas, kecap umumnya diterima oleh hampir semua rumah sebagai teman atau penambah rasa makanan dan masakan. Oleh karena itu, kecap akan menjadi oleh-oleh nomor satu yang akan diterima dengan sukacita penerimanya. Setelah kecap, yang lain boleh-boleh saja sebagai tambahan, misalnya pakaian batik gedog asli Tuban, batik Pekalongan atau tahu kuning dari Kediri.

Nah, bagi teman-teman, silakan mencari kecapnya sendiri yang khas dari daerahnya. Yang jelas, kecap saya selalu nomor satu. Hehehe... Mohon maaf lahir dan batin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun