Mohon tunggu...
Didi Eko Ristanto
Didi Eko Ristanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hamba Allah Subhanahu wa ta'ala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masjid Seperti Kuburan

8 Maret 2013   02:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:09 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada masa sekarang, masjid begitu banyak dan megah. Bangunannya tinggi, hiasannya begitu indah, kubahnya besar, tiangnya banyak dan lantainya menggunakan marmer yang dingin dan mengkilap. Tapi anehnya, suasananya sepi seperti di kuburan. Padahal masjid dan mushala begitu banyak bertebaran. Dalam satu RT saja bisa sampai 3 mushala. Kasihan masjid, begitu megah tapi sepi pengunjungnya. Kalah sama diskotik dan tempat-tempat konser musik yang bayar mahal untuk memasukinya.

Orang-orang Islam tak mau masuk ke dalam masjid. Mereka shalat di rumah masing-masing. Atau bahkan beberapa diantaranya malah tidak shalat sama sekali. Padahal meramaikan masjid itu sungguh besar pahalanya. Terutama pahala yang bisa kita dapatkan jika kita shalat berjama’ah di masjid. Allah akan melipat gandakan pahala orang yang shalat berjama’ah di masjid 27 kali lipat lebih banyak daripada yang shalat sendiri di rumahnya. Itu artinya, kalau saya berjama’ah di masjid selama satu tahun, pahalanya setara dengan Anda yang shalat di rumahnya selama 27 tahun.Rugi bukan?

Masjid menjadi kosong barangkali juga karena beberapa tokoh agama memberi fatwa bahwa shalat berjama’ah itu hukumnya sunnah. Padahal ulama-ulama Saudi memfatwakan wajib. Kalau di Saudi, bila adzan berkumandang, semua orang laki-laki berduyun-duyun masuk ke dalam masjid. Pasar, kantor, dan pekerjaan mereka tinggalkan sejenak.Yang tersisa hanya para wanita yang memang tidak wajib berjama’ah dan para polisi yang patroli untuk memeriksa apakah ada laki-laki yang tidak shalat berjama’ah. Ingat, shalat jama’ah paling hanya seperempat jam. Dan Tuhan telah memberi kita waktu 24 jam.

Dahulu, ada seorang laki-laki buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia mendatangi Nabi Muhammad SAW agar mendapat keringanan tidak menghadiri shalat berjama’ah lantaran dia seorang buta yang tak memliki penuntun berjalan ke masjid. Awalnya beliau membolehkan, namun kemudian beliau bertanya, “Apakah engkau mendengar adzan?”. Abdullah bin Ummi Maktum menjawab iya. Maka Nabi Muhammad SAW pun mencabut keringanan tersebut dan dia harus tetap datang shalat berjama’ah.

Begitu pun ketika dalam peperangan, kaum muslimin tetap melaksanakan shalat secara berjama’ah yang kita kenal dengan shalat khouf. Lihatlah, dalam kondisi perang saja Nabi Muhammad SAW tetap memerintahkan umatnya untuk tetap shalat berjama’ah secara bergantian, apalagi bila kondisi aman tenteram seperti sekarang. Seseorang boleh tidak berjama’ah di masjid bila ada halangan berikut: pertama, karena sakit. Orang yang sakit boleh tidak berjama’ah. Kedua, karena sedang safar atau bepergian. Ketiga, karena hujan. Keempat, karena hendak buang hajat. Kelima, karena di depan matanya ada hidangan makanan yang sudah disediakan. Ini terjadi agar orang yang shalat bisa khusyu’ dan tidak berpikir tentang makanan. Selain itu maka sebaiknya yang masih merasa laki-laki muslim harus shalat berjama’ah. Saya tekankan lagi betapa ruginya orang yang shalat sendiri di rumahnya. Bahwa orang yang shalat berjama’ah selama satu tahun, pahalanya setara bahkan lebih dari orang yang sholat di rumahnya selama dua puluh tujuh tahun. Nah lo, rugi bahkan bangkrut bukan?

Lagipula untuk apa membangun masjid jika tidak mau mengisinya. Masjid adalah rumah Allah yang suci dan tempat beribadah yang nyaman. Kalau Anda sakit badan, maka perginya ke rumah sakit. Tapi kalau Anda sakit rohani, maka pergilah ke masjid. Orang yang hobi bolak balik ke masjid untuk shalat berjama’ah mudah-mudahan ruhaninyasehat dan bersih. Ingat, ruhani itu jauh lebih penting daripada jasmani. Tetapi seringkali manusia melupakan kesehatan dan kebersihan ruhaninya. Dia lebih sibuk menjaga jasmaninya dengan makan, harta, pakaian, mandi dsb. Bersihnya ruhani adalah awal dan dasar untuk menjadikan seseorang hidup bahagia di dunia dan akhirat kelak setelah mati. Banyaknya korupsi, narkoba, zina, pembunuhan dan perjudian adalah bukti bahwa ruhani orang-orang tersebut telah kotor, rusak dan berkarat.

Kasihan masjid, saat ini sepi seperti kuburan. Padahal setahu saya kuburan di Indonesia malah ramai seperti pasar. Ini dibuktikan dengan banyaknya orang-orang yang mendatangi kuburan untuk berziarah dan meminta berkah. Sungguh memprihatinkan bila ada orang yang meminta-minta kepada yang sudah meninggal meskipun dia seorang wali. Atau dia beralasan sang wali hanyalah perantara kepada Allah. Tidak begitu, kalau kita mau berdoa dan meminta sesuatu, langsung saja meminta kepada Allah dan tak perlu jauh-jauh ke makam para wali. Saya khawatir orang-orang seperti itu terjerumus ke dalam perbuatan syirik. Dan sesungguhnya syirik itu dosa yang paling besar.

Mari marilah ramaikan masjid. Tidak hanya di bulan Ramadhan. Tapi di semua bulan dan setiap hari. Jadilah tamu-tamu Tuhan. Dia pasti akan menjamu tamu-tamunya dengan kasih sayang, karunia, ampunan, keridhaan dan keberkahanNya. Jangan biarkan masjid ‘menangis’ karena kesepian tak ada yang mau berkunjung kepadanya.Di Eropa sana banyak gereja yang berubah jadi masjid karena lama ditinggal pengunjungnya. Saya khawatir suatu saat bila masjid-masjid di Indonesia berubah jadi gereja karena sudah terlalu lama ditinggal penghuninya. Na’udzubillah min dzalik. Sebenarnya mudah saja untuk menilai dan mengukur kebangkitan dan kemakmuran negeri kita dari keterpurukan. Yaitu apabila shalat shubuh berjama’ah di masjidnya itu sebanyak shalat jum’atnya, insya’allah negeri ini akan maju dan jaya. Karena bila moral dan akhlak anak bangsanya baik, baik pula negeri ini. Tanda baiknya salah satunya adalah bila pribadi-pribadinya rajin ke masjid. Karena bila rajin ke masjid, pertolongan Allah akan mudah turun ke negeri ini. Amin. (Didi Eko Ristanto)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun