Twitter adalah tempat pelarian sempurna bagi netizen yang sudah muak dengan drama sosial media.Â
Kala Facebook semakin liar, Youtube kian menghawatirkan dan instagram bergerak jauh menjadi budak eksistensi yang minim esensi, maka Twitter akan jadi wadah paling nyaman untuk mengeluarkan semua keluhan kita.
Dengan di tempa oleh isu-isu sensitif serta di dukung oleh pengguna lamanya yang menjunjung kebebasan berpendapat, kalem dan terus terang, membuat warga Twitter lambat-laun menjadi salah satu pengguna sosial media yang dewasa dan cerdas.
Tapi balik lagi, tentu tak semuanya. Namun, jika disandingkan dengan instagram apalagi Facebook, pengguna Twitter dirasa lebih dewasa dalam bersikap dalam dunia maya.
Adat diisi lembaga di tuang, peribahasa tersebut dirasa cocok untuk rakyat Twitter. Sebab, dalam menggunakan sosial media lain di luar Twitter, mereka biasanya tetap menjaga etika dan kebiasaan mereka yang bersahaja.
Santai namun kritis
Rebahan dan gamblang, fusi yang sudah melekat dalam citra rakyat Twitter. Setidaknya untuk generasi milenial dan Gen Z yang santai.Â
Di Twitter, mereka menjadi diri sendiri yang tak malu mengakui keadaan diri. Seakan, kemiskinan yang di instagram malu di eksploitasi, Â di sini mereka bebas berekspresi. Dan malah, berlomba-lomba menjadi manusia paling sengsara dalam abad ini.
Namun, di balik tameng rebahan yang selama ini digaungkan, pun mereka bisa jadi pribadi yang paling kritis dan berhati besar yang menjadi garda terdepan dalam urusan kemanusiaan. Hal ini bisa diwakili dengan fitur universal 'please do your magic' yang berarti kode umum kemanusiaan bagi pengguna twitter.
Dengan fakta demikian, bukan berarti Twitter lebih superior, tinggi dan memiliki pengguna yang baik hati ketimbang media sosial lain. Sebab, hal ini berdasar observasi pribadi yang tentu saja bisa dipatahkan dengan mudah oleh pembaca kompasiana.