Apakah Pendidikan Tinggi Menjamin Hidup yang Tinggi Pula?
Pernahkah Anda sedang terburu-buru ke kantor, lalu melewati seseorang berseragam oranye yang sedang menyapu trotoar?Â
Di bawah panas matahari, dengan gerakan sabar dan telaten, ia membersihkan dedaunan yang jatuh, sampah yang terselip, bahkan puntung rokok yang entah siapa yang membuang. Anda menoleh sekilas, mungkin sambil berpikir dalam hati, "Pekerjaan yang berat sekali."
Lalu tiba-tiba Anda mendengar percakapan orang itu dengan temannya, dan Anda terkejut. Ia bercerita kalau ia adalah lulusan S1. Sarjana dari universitas yang cukup ternama.Â
Bahkan dulu, katanya, ia pernah ikut lomba debat dan aktif di organisasi mahasiswa. Sejenak, Anda terdiam. Ada yang terasa ganjil. "Kok bisa? Lulusan S1 kerja begini?"
Momen seperti itu sering kali menjadi titik refleksi. Di sinilah kita mulai mempertanyakan banyak hal. Apakah benar pendidikan menjamin masa depan?Â
Apakah usaha keras di bangku kuliah pada akhirnya tidak berarti? Lalu, bagaimana bisa seseorang dengan ijazah sarjana malah bekerja sebagai petugas kebersihan, ojek online, atau penjaga toko?
Apakah hidup ini sekejam itu?
Realita yang Tidak Ada di Brosur Kampus
Kita tumbuh dalam sistem yang menjanjikan banyak hal. "Sekolah yang rajin, nanti kerja enak." "Kuliah yang serius, nanti sukses." "Ambil jurusan yang laku di dunia kerja." Kata-kata ini terus didengungkan seolah-olah hidup cumalah soal linearitas: dari pendidikan ke pekerjaan, dari usaha ke hasil.
Tapi kenyataan tidak sesederhana itu.