Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Let's talk about life.

-

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ketika Pemimpin Tak Lagi Jadi Penuntun dan Ketidakpastian Menjadi Arah

15 April 2025   08:00 Diperbarui: 12 April 2025   12:54 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemimpin haruslah seorang yang kompeten (cookie_studio/freepik)

Di Balik Jawaban yang Mengambang

Pernahkah kamu menghadiri sebuah pertemuan penting---rapat kerja, diskusi tim, atau sesi tanya jawab dalam forum bisnis---di mana satu pertanyaan yang sangat penting dilontarkan kepada pemimpin? Pertanyaan itu sederhana, tajam, dan menyentuh inti persoalan. Tapi alih-alih menjawab secara lugas dan jujur, sang pemimpin malah berputar-putar dalam penjelasan panjang yang tak menjawab apa-apa. Bahasanya terdengar cerdas, nadanya penuh percaya diri, tapi setelah lima menit berlalu, kamu sadar... dia tidak benar-benar menjawab.

Dan yang lebih menyesakkan: kamu sadar kalau dia mungkin tidak tahu apa yang sedang dibicarakan.

Kondisi seperti ini bukan cuma membingungkan. Ini bisa memicu frustasi, ketidakpercayaan, bahkan demotivasi dalam tim. Sebab, pemimpin yang tidak mampu memberikan arah---apalagi kalau ia sendiri tampak tidak paham arah mana yang sedang dituju---bisa membuat seluruh organisasi kehilangan kendali.

Pemimpin Itu Penuntun, Bukan Penghias Panggung

Dalam Islam, kepemimpinan bukanlah posisi untuk dipamerkan. Ia bukan kursi mewah yang dikejar demi status sosial. Kepemimpinan adalah amanah. Beban. Tanggung jawab yang kelak akan ditanyakan Allah satu per satu. Rasulullah SAW mengingatkan kita dalam sabdanya, "Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin."

Ini bukan slogan, ini peringatan keras.

Seorang pemimpin bukan cuma harus punya kepribadian yang kuat, tapi juga pemahaman yang dalam. Ia harus menguasai medan, memahami masalah, dan tahu bagaimana membuat keputusan yang benar. Kalau tidak, kepemimpinannya bukanlah petunjuk. Tapi justru menyesatkan.

Ketika Ilmu Diganti Gaya Bicara

Zaman sekarang, kepemimpinan kadang lebih ditentukan oleh kemampuan presentasi dibanding substansi. Kita terkagum-kagum dengan pemimpin yang pandai bicara, pandai meyakinkan, tapi tidak kita cek lebih jauh: apakah dia benar-benar tahu apa yang ia lakukan? Apakah ia benar-benar memahami tantangan yang dihadapi timnya?

Banyak dari kita terlalu cepat menaruh kepercayaan kepada gaya, bukan isi. Padahal dalam Islam, kompetensi adalah hal utama dalam memilih pemimpin. Rasulullah bersabda, "Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya." Hadis ini menyayat hati---karena seringnya kita justru melanggarnya.

Kita melihat jabatan diberikan kepada mereka yang tidak menguasai materi, yang tidak punya pengalaman, dan bahkan yang tidak menunjukkan keinginan untuk belajar. Mereka naik karena koneksi, popularitas, atau tekanan dari luar. Tapi ketika mereka duduk di kursi kekuasaan, satu per satu ketidaktahuannya terbuka. Dan umat pun diam... karena bingung mau berbuat apa.

Dampaknya Bukan Sekadar Salah Keputusan

Jangan kira pemimpin yang tak menguasai materi cuma akan menyebabkan satu dua kesalahan teknis. Dampaknya jauh lebih besar. Ia bisa menyebabkan seluruh organisasi terombang-ambing. Tim menjadi ragu, karena keputusan yang diambil tidak berdasar. Proyek-proyek gagal, target tak tercapai, bahkan konflik bisa muncul cuma karena pemimpin tidak bisa menjelaskan ke mana arah yang sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun