Pernahkah Anda membuka media sosial atau portal berita dan disambut dengan berita tentang skandal seseorang? Mungkin tentang seorang figur publik yang ketahuan berbuat sesuatu yang kontroversial, atau malah tentang orang biasa yang mendadak viral karena aibnya tersebar ke mana-mana.
Sepertinya hampir setiap hari ada saja cerita baru yang memancing rasa ingin tahu kita. Sebagian dari kita mungkin sekadar membaca, yang lain ikut berkomentar, dan ada juga yang menyebarkannya ke lebih banyak orang. Tapi pernahkah kita berpikir, apakah ini sesuatu yang perlu kita ikuti? Apa manfaatnya bagi kita? Dan dalam Islam, bagaimana seharusnya kita menyikapinya?
Kenapa Kita Tertarik dengan Berita Aib Orang Lain?
Mungkin kita tidak sadar, tapi ada sesuatu dalam diri manusia yang membuat kita mudah penasaran dengan kisah-kisah sensasional, terutama yang melibatkan skandal atau aib orang lain. Fenomena ini sudah terjadi sejak dulu, tapi dengan hadirnya media sosial, semua menjadi lebih mudah diakses dan lebih cepat menyebar. Ada kepuasan tersendiri ketika kita tahu sesuatu yang orang lain belum tahu, atau ketika kita bisa ikut berkomentar dan merasa punya andil dalam diskusi yang sedang ramai.
Dalam psikologi, ada istilah schadenfreude, yaitu perasaan senang yang muncul ketika melihat orang lain mengalami kesulitan atau kegagalan. Ini adalah naluri manusia yang bisa muncul tanpa disadari. Kita mungkin berpikir kalau dengan mengetahui kesalahan orang lain, kita bisa merasa lebih baik tentang diri sendiri. Tapi kalau dibiarkan, ini bisa menjadi kebiasaan yang buruk, di mana kita lebih sibuk mencari kesalahan orang lain daripada memperbaiki diri sendiri.
Tidak cuma itu, berita skandal juga sering kali dikemas sebegitu rupa agar menarik perhatian. Judul-judul yang provokatif, foto-foto yang dramatis, dan narasi yang menggiring opini membuat kita semakin tertarik untuk membaca dan menyelami lebih jauh. Media dan platform media sosial memahami bagaimana algoritma bekerja, dan mereka memanfaatkan rasa ingin tahu kita untuk mendapatkan lebih banyak klik, lebih banyak interaksi, dan lebih banyak keuntungan.
Pandangan Islam tentang Menyebarkan dan Mengikuti Aib Orang Lain
Dalam Islam, menjaga aib seseorang adalah hal yang sangat ditekankan. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang menutupi aib seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat." (HR. Muslim). Ini menunjukkan betapa pentingnya kita menjaga kehormatan sesama, bukannya malah mencari-cari atau menyebarkan keburukan mereka.
Allah juga berfirman dalam Al-Qur'an: "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Adakah seseorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat: 12)
Ayat ini jelas mengingatkan kita untuk tidak sibuk mencari kesalahan orang lain dan menyebarkan aib mereka. Bahkan, menggunjing dan mencari-cari kesalahan orang lain diibaratkan seperti memakan daging saudara sendiri yang sudah mati---sebuah perumpamaan yang sangat kuat dan menunjukkan betapa tercelanya perbuatan tersebut.
Bayangkan kalau suatu hari kita sendiri yang berada di posisi orang yang menjadi bahan perbincangan publik. Apa yang kita rasakan ketika aib kita disebarluaskan? Tentu tidak menyenangkan, bahkan bisa jadi merusak hidup kita. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kita untuk lebih fokus pada introspeksi diri daripada sibuk membicarakan kesalahan orang lain.
Lalu, bagaimana dengan berita yang memang sudah terlanjur tersebar? Haruskah kita mengikutinya? Dalam Islam, ada konsep tabayyun, yaitu memastikan kebenaran suatu berita sebelum mempercayainya atau menyebarkannya. Tapi, dalam kasus berita aib, sering kali tidak ada manfaat yang bisa diambil, sekalipun berita itu benar. Jadi, daripada mengikuti berita-berita seperti ini, bukankah lebih baik kita mengalihkan perhatian pada hal-hal yang lebih bermanfaat?