Menariknya lagi, dalam banyak kasus, penerimaan sosial bisa lebih berguna untuk anda dibandingkan dengan pemahaman anda akan sebuah fakta atau kebenaran.
Seseorang itu diterima atau dibuang berdasarkan pemikiran dan keyakinannya.
Jadi, bisa dibilang secara alami orang akan berpikir untuk menerima sebuah pemikiran dan keyakinan yang akan membuatnya diterima dibandingkan dengan apa yang akan membuatnya terbuang, terlepas dari apakah itu salah atau benar.
Kenyataannya, kita ngga selalu mempercayai sesuatu karena sesuatu itu benar. Kadang kita mempercayai sesuatu karena hal itu membuat kita terlihat bagus di mata orang yang kita pedulikan. Betul kan?
Kalau kita merasa akan lebih diterima di sebuah lingkungan sosial jika menerima pemikiran tertentu, otak kita tentu akan lebih mudah melakukan itu kan?
Yang penting, kita mendapatkan rewards. Terlepas datangnya dari mana. Entah itu dari keyakinan yang benar, dari lingkungan sosial tersebut, atau keduanya.
Pemikiran yang salah seringkali bisa berguna secara sosial biarpun itu ngga berguna secara faktual.
Secara faktual salah, tapi benar secara sosial. Kira-kira begitu.
Kalau kita diminta untuk memilih, saya yakin, seringnya kita akan lebih memilih teman atau keluarga dibandingkan dengan fakta.
Hal itu jadi menjelaskan kenapa kita menahan ucapan kita saat orang tua kita mengatakan sesuatu yang ofensif saat makan malam bersama sekaligus mengungkapkan bagaimana cara yang lebih baik untuk mengubah pemikiran seseorang.
Apa itu?