Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Talks about worklife and business. Visit my other blog: scmguide.com

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspadai Pengemis-pengemis Dalam Diri Kita

5 Februari 2020   06:05 Diperbarui: 5 Februari 2020   07:58 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengemis (sumber: pixabay.com)

Saya juga cukup sering bertemu dengan pengemis yang memaksa. Tiba-tiba dia datang saat saya sedang makan atau berbelanja. Terus mulai meminta, "Pak, kasihan pak. Pak. Pak. Pak."

Terus begitu sambil menengadahkan tangannya yang kadang sampai menyentuh badan saya. Sudah dibilang maaf karena tidak bisa memberi, tapi tetap saja. Terus dia bersikap seperti itu.

Kalau sudah capek, biasanya mereka diam. Tapi tetap ada disana. Tetap menengadahkan tangannya sambil menatap. "Ini orang, minta kok maksa.", pikir saya biasanya. Tinggal kuat-kuatan saja kalau sudah begitu, hahaha.

Dia atau saya yang menyerah. Dia ingin memanfaatkan ketidaknyamanan yang timbul di hati orang yang diminta untuk akhirnya mengalah dan memberinya uang. Siapa yang nyaman kalau ditempel terus begitu? Itu yang mereka lakukan. Menciptakan ketidaknyamanan.

Tapi, pengemis itu tidak tahu, kalau paksaan mereka juga bisa menimbulkan reaksi melawan atau mempertahankan diri dari orang yang diminta. Apalagi untuk orang-orang yang tidak mau kalah seperti saya, hehehe.

Bukannya iba, ketidaknyamanan itu malah bisa memunculkan amarah pada orang yang dimintai. Amarah untuk mempertahankan dirinya dan kadang egonya. Setelah dua puluh menit, si pengemis itu pergi juga. Dengan tangan hampa tentunya. Tidak mendapatkan sepeser uang pun dari kantong saya. Dihitung-hitung, mereka rugi waktu juga.

Dua puluh menit mungkin mereka bisa mendapatkan sesuatu dari orang yang tidak tahan dengan ketidaknyamanan yang mereka ciptakan. Tapi tidak dengan saya, hahaha.

3. Tidak mengemis, tapi dikasih.

Yang ini beda lagi. Mereka bukan pengemis. Mereka bukan orang minta-minta. Mereka bukan orang kaya. Mereka bisa jadi apa saja.

Saya sering melihat, seorang bapak, cukup berumur, berpakaian lusuh, sedang mengais-ngais bak sampah untuk kemudian mengambil isinya dan meletakkannya ke dalam gerobak yang dibawanya. Mencari apa pun yang masih bisa dijual.

Wajahnya terlihat lelah. Berpeluh. Orang yang melihatnya banyak yang tergerak untuk membantunya. Ada yang memberi uang, makanan, bahkan menghentikan mobilnya sebentar hanya untuk memberikan bantuan pada si bapak. Bapak itu mengucapkan terima kasih. Wajahnya berseri. Dan tetap melanjutkan aktifitasnya.

Dan menariknya, orang tergerak membantu bukan hanya kepada yang sudah berusia lanjut, tapi terkadang pada yang masih terlihat muda dan sehat pun mereka memberi bantuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun