Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Talks about worklife and business. Visit my other blog: scmguide.com

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspadai Pengemis-pengemis Dalam Diri Kita

5 Februari 2020   06:05 Diperbarui: 5 Februari 2020   07:58 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengemis (sumber: pixabay.com)

Saya sedang makan dengan khusyuk di sebuah rumah makan ketika seorang pengemis datang di pintu masuk rumah makan tersebut. Seorang pria berperawakan kurus, usia sekitar 50 tahunan, dan berpakaian lusuh.

Dia membawa kantong besar berwarna putih yang tidak kalah lusuh, mungkin berisi beras atau barang-barangnya, yang tergantung di bahunya. Dia tidak bersuara, hanya menengadahkan tangannya, meminta uang dari para pengunjung dan juga pemilik rumah makan.

Sebagian pengunjung tampak tidak peduli. Sebagian yang lain mulai mencari-cari uang receh untuk diberikan. Dan sebagian yang lain mulai terlihat terganggu dengan kehadirannya. Reaksi orang di dalam rumah makan tersebut berbeda-beda dalam menyikapi kedatangan si pengemis.

Tiga kelompok pengemis

Dari pengalaman saya bertemu pengemis, dan dari apa yang saya rasakan ketika pengemis datang, saya bisa mengelompokkan gaya mengemis seorang pengemis menjadi tiga kelompok. Dan karena kejadian di rumah makan itu, saya jadi ingin menuliskan tentang hal ini. Anda juga pasti akan familiar dengan apa yang akan saya tuliskan di sini.

1. Ibu muda dengan balitanya.

Saya sangat sering bertemu dengan pengemis tipe ini. Seorang ibu muda, kadang anak usia remaja, mungkin berperan sebagai kakak, membawa anak bayi atau balita.

Biasanya tubuh mereka terlihat cukup sehat. Dan dari yang saya amati, wajah mereka banyak yang terlihat keras. Saya tidak selalu melihat ada kasih sayang di mata mereka terhadap anak yang mereka bawa.

Saya pernah menonton liputan yang mengatakan kalau anak-anak itu sebenarnya adalah anak yang disewa untuk mengemis, tapi bukan itu yang mau saya tulis disini. Yang biasanya terlintas dalam pikiran saya, mungkin ini juga terpengaruh liputan yang saya tonton, adalah eksploitasi anak.

Saya rasa sebagian dari anda juga berpikir demikian. Terlebih jika terlihat mereka memarahi anak itu dan tidak terlihat sedikit pun kasih sayang di matanya. Ingin memberi juga jadi malas. Tapi, di lain sisi, kasihan sama si anak.

Mereka mengharapkan iba dari orang yang melihatnya untuk keuntungan mereka sendiri. Yang seringkali malah tidak mengena karena sikap mereka sendiri pada si anak.

2. Pengemis maksa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun