Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cegah Agresivitas Kelompok Geng dengan Self Control

28 Juni 2020   05:15 Diperbarui: 28 Juni 2020   05:47 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: DetikNews.com (https://images.app.goo.gl/DpWp8CgKBJkoaFgQ9)

 Analisis Psikologis Mengenai Perselisihan antara John Kei dan Nus Kei

Miris bagi saya, ketika membaca berita tentang perselisihan antara John Kei dan Nus Kei yang berawal dari persoalan penjualan tanah di Maluku, (Kompas.com, Rabu, 24 Juni 2020), sampai memakan korban jiwa. Menurut informasi, John Kei uang hasil penjualan tanah sudah diterima oleh Nus Kei. Namun menurut Nus Kei, uang tersebut belum ia terima. Akibat perbedaan pendapat itulah, maka terjadilah penyerangan terhadap markas Nus Kei oleh kelompok (anak buah) John Kei.

Jika ditelaah lebih jauh, memang ada banyak faktor yang mempengaruhi sehingga peristiwa ini terjadi. Akan tetapi, satu hal yang menurut saya sangat besar pengaruhnya, yakni tingginya agresivitas dalam diri setianp anggota kelompok, baik itu anak buahnya John Kei, maupun Nus Kei. Tulisan sederhana ini, coba saya bagikan untuk mengantisipasi adanya agresivitas dalam diri setiap anggota geng dengan meningkatkan self control (kontrol diri) yang ditelaah dari sudut pandang ilmu psikologi.

Perilaku Agresif dalam Kelompok (Anggota Geng)

Sudah tidak lagi menjadi rahasia umum bahwa dunia perkelompokan (geng) identik dengan perilaku kekerasan atau perilaku agresif. Hal ini nampak dari visi mis dan tujuan dari setiap perkumpulan (geng), yang dinilai kerap kali bernafaskan kekerasan (agresif) dengan dalil demi menjaga ketahanan diri (bela diri). Secara umum, memang hal ini bisa dibenarkan. Akan tetapi, jika tidak dikendalikan atau dikontrol secara baik, maka spirit agresif itu akan terpatri dalam diri setiap anggota geng, sehingga ketika ada stimulus negatif (bahaya) yang datang dari luar dirinya, atau ada hal yang mengganggu kelompok tersebut, maka ia akan bereaksi dengan agresif untuk membela diri atau mempertahankan dirinya dari bahaya tersebut. Sebenarnya ini sah-sah saja, asalakan tidak digunakan untuk membalas dendam atau mencari musuh baru hanya sekedar untuk menguji kemampuan dan keberanian setiap anggota geng.

Perilaku agresi dalam kelompok geng di kota besar, menjadi fenomena yang belum terselesaikan sampai saat ini karena selalu dilandasi oleh beragam faktor. Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku agresif, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kepribadian dan fisiologi, serta faktor eksternal meliputi lingkungan kelompok. Faktor eksternal dalam lingkungan kelompok mempunyai peran cukup besar dalam perilaku agresif yang dilakukan oleh individu. Jika menilik fenomena perilaku agresi yang dilakukan oleh anggota geng, khususnya anak buah John Kei, yang terjadi beberapa hari yang lalu, maka bisa disimpulkan bahwa faktor eksternal-lah yang paling mempengaruhi terjadinya konflik tersebut. 

Pasalnya, menurut informasi, peristiwa konflik antar kedua kelompok ini muncul karena kelompok geng John Kei (pelaku) merasa tidak percaya dan dikhianati oleh kelompok geng Nus Kei (korban), karena uang hasil penjualan tanah yang belum jelas di mana keberadaannya. Hemat saya, beberapa aspek perilaku agresi yang berasal dari dalam diri anggota geng John Kei antara lain karena adanya ketegangan diri, frustasi, insting, kemarahan, kebencian, ketidakpercayaan, dan mungkin juga dendam. Selain itu, perilaku agresi dapat muncul dan dipengaruhi oleh stimulus dari luar diri anggota yaitu provokasi, kekuasaan, kepatuhan (obedience) dan pengaruh kelompok (conformity).

Spirit Persaudaraan yang 'Terlupakan'

Bagi Saya, setiap kelompok geng pada dasarnya memiliki tujuan baik yang hendak dicapai. Akan tetapi pada kenyataannya, tujuan baik itu, kadang dirusaki oleh tindakan agresi yang berlebihan dan tidak terkontrol, sebagai akibat dari emosi kemarahan yang sulit dikendalikan. Sejauh pemahaman saya, semua spirit yang ada dalam setiap perkumpulan (geng), apapun bentuk dan jenisnya, selalu mengedepankan semangat persaudaraan, dan toleransi satu dengan lainnya. Akan tetapi, semangat itu perlahan mulai pudar bahkan 'hilang' dari dalam diri para anggota geng saat ini, karena berkembangnya rasa iri dan dendam pada musuh atau orang lain yang dinilai mengancam keberadaan kelompok mereka. Selain itu, sikap ego, angkuh dan menganggap diri lebih hebat dari yang lain, juga menjadi salah satu faktor pemicu konflik antar setiap geng yang marak terjadi. Semua sikap negatif ini pada akhirnya melahirkan agresivitas yang besar dalam diri para anggota geng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun