Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pancasila Rumah Kita, Rumah Pemersatu (Refleksi di Hari Lahirnya Pancasila 01 Juni 2020)

1 Juni 2020   18:45 Diperbarui: 1 Juni 2020   18:50 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Jalan Damai (https://jalandamai.org/ )

Karena itu, ada kesadaran bahwa saya yang dahulu tetap satu dan sama dengan saya yang sekarang dan saya di kemudian hari (nanti). Akhirnya, saya adalah satu dan sama, entah dengan siapa atau apa pun, berkomunikasi serta berinteraksi. 

Saya yang tadinya berkomunikasi dengan Tuhan dalam doa, satu dan sama dengan saya yang sedang berkomunikasi dengan orang lain. Saya tetaplah 'saya' yang satu, unik dan yang tak bisa dipertukarkan dengan apa pun yang lain, sekalipun yang lain itu sangat berharga atau bernilai.

Memang benar bahwa saya dan kita semua tentunya, mempunyai kesadaran yang tinggi akan kesatuan dalam diri pribadi, baik dalam hubungan dengan berbagai pengalaman, dalam hubungan dengan waktu di mana kita berkembang, maupun dalam berkomunikasi dengan yang lain. 

Akan tetapi, dibalik keyakinan akan yang satu, sama dan unik itu, ada pertanyaan yang menggergoti rasa kesatuan dan keutuhan diri, yang tidak mudah untuk disatukan dalam suatu keutuhan yang integral. 

Kehidupan saat itu begitu kompleks, baik dalam taraf kesadaran maupun dalam tuntutan kebutuhan hidup kita masing-masing. Kesadaran akan keberagaman hal yang menyangkut diri kita, membuat kita merasa tidak bisa bersatu secara untuh. 

Bukankah sebagai pribadi biasa kita sering terlibat dalam perang batin karena apa yang diketahui dan dikehendaki berbeda atau bahkan bertolak belekang dengan kenyataan? 

Misalnya, ketika orang lain berbicara tentang diri kita, yang mungkin sangatlah masuk akal, tetapi kerena perasaan dan egoisme, sering kali kita memberontak dan mencari cara lain untuk membenarkan diri, bahkan mencari cara untuk membalas dendam kerena perasaan kita tadi tidak bisa menerima begitu saja. 

Daftar persoalan ini bisa kita perpanjang sendiri sesuai pengalaman kita masing-masing. Intinya, semua itu membuat kita tidak percaya bahkan bingung untuk menentukan siapakah diri kita sebenarnya dan bagaimana menciptakan suatu kesatuan yang utuh.

Dalam kenyataan hidup bersama, ada banyak hal yang berbeda dan saling bertentangan. Namun perbedaan dan pertentangan itu tidak boleh membuat kita patah semangat dalam menciptakan kesatuan yang utuh. 

Kita menyadari bahwa diri kita merupakan satu kesatuan yang utuh dari berbagai unsur yang memiliki kebutuhan yang berbeda dan pemenuhan yang berbeda pula. Namun kesatuan diri sebagai suatu subyek yang sama dalam pelbagai pengalaman yang berbeda, merupakan syarat mutlak kepribadian yang kokoh. 

Kepribadian yang kokoh itu menuntut adanya kesatuan ide dalam diri, khususnya dalam menanggapi dan memenuhi banyak tuntutan. Sebenarnya, kesadaran akan kesatuan sudah tercermin dalam sejarah kehidupan dan pemikiran manusia di segala zaman, mulai dari zaman Klasik sampai post modern saat ini, baik itu di bidang Pengetahuan, maupun Moral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun