Mohon tunggu...
dr Sandiaz Yudhasmara
dr Sandiaz Yudhasmara Mohon Tunggu... Penulis Kesehatan

Healthy children are the seeds of a strong future. When we nurture their well-being today, we build the foundation for a brighter tomorrow

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Vasektomi Bukan Akhir Kejantanan, Mengapa Takut ?

30 April 2025   19:37 Diperbarui: 30 April 2025   21:18 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DOKUMENTASI PRIVATE

Kontrasepsi Vasektomi  merupakan salah satu metode kontrasepsi jangka panjang yang efektif dan aman bagi pria, namun penggunaannya di Indonesia masih tergolong rendah. Mengapa  tingkat kesadaran pria Indonesia terhadap vasektomi berdasarkan data global dan nasional, mengidentifikasi penyebab rendahnya pemanfaatan, serta menyampaikan manfaat dan kelebihan metode ini. Dengan pendekatan edukatif dan berbasis data, membuka wawasan masyarakat tentang pentingnya keterlibatan pria dalam program keluarga berencana melalui vasektomi.

Dalam dunia kesehatan reproduksi, keterlibatan pria sering kali dipandang terbatas. Sementara perempuan telah lama menjadi fokus utama dalam program keluarga berencana (KB), partisipasi pria---terutama melalui metode vasektomi---masih sangat minim. Padahal, vasektomi merupakan metode kontrasepsi permanen yang sederhana, efektif, dan memiliki risiko komplikasi yang rendah. Penguatan kesadaran terhadap peran pria dalam mengendalikan kelahiran adalah kunci penting dalam mewujudkan keluarga yang sehat dan sejahtera.

Namun, di Indonesia,  Kontrasepsi Vasektomi  vasektomi belum menjadi pilihan utama bagi sebagian besar pria. Rendahnya pengetahuan, stigma sosial, serta anggapan keliru tentang dampaknya terhadap kejantanan menjadi penghalang utama. Dalam konteks pembangunan kependudukan yang berkelanjutan, pemahaman mendalam dan penyebaran informasi yang benar tentang vasektomi menjadi sangat krusial.

Data Survei Penelitian di Dunia dan Indonesia

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), secara global hanya sekitar 2,4% pria usia subur memilih vasektomi sebagai metode kontrasepsi. Negara-negara seperti Korea Selatan, Kanada, dan Selandia Baru mencatat angka partisipasi vasektomi di atas 10%, menunjukkan bahwa dengan edukasi dan penerimaan sosial yang baik, metode ini dapat diterima luas. Di negara-negara tersebut, vasektomi dipandang sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam perencanaan keluarga.

Di Indonesia, data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa hanya sekitar 0,2% pria yang menjadi akseptor vasektomi dari total peserta KB aktif. Sebagian besar peserta KB masih didominasi oleh perempuan yang menggunakan pil, suntik, atau IUD. Ini mengindikasikan adanya ketimpangan partisipasi gender dalam program KB nasional, dan rendahnya penetrasi informasi tentang metode kontrasepsi pria.

Survei lain yang dilakukan oleh Litbangkes Kemenkes RI mencatat bahwa lebih dari 70% pria Indonesia belum mengetahui secara utuh apa itu vasektomi. Di sisi lain, 65% responden mengaku ragu untuk melakukan vasektomi karena takut kehilangan kemampuan seksual, padahal penelitian medis menunjukkan bahwa vasektomi tidak memengaruhi hormon testosteron maupun performa seksual pria.

Mengapa Kesadaran Masih Rendah?

Rendahnya kesadaran pria terhadap  Kontrasepsi Vasektomi  vasektomi di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari budaya patriarki, pendidikan kesehatan reproduksi yang belum merata, hingga mitos yang melekat kuat di masyarakat. Banyak pria masih menganggap bahwa urusan kontrasepsi adalah tanggung jawab perempuan semata. Persepsi ini diperkuat oleh kurangnya diskusi terbuka tentang metode KB pria di ruang-ruang keluarga, pendidikan, maupun pelayanan kesehatan.

Stigma sosial juga berperan besar dalam rendahnya minat pria terhadap vasektomi. Di sejumlah komunitas, pria yang menjalani vasektomi dianggap telah "menyerahkan kelelakiannya," atau bahkan dicurigai sebagai bentuk penyerahan kuasa reproduksi kepada pasangan. Anggapan-anggapan keliru ini menciptakan ketakutan dan resistensi yang tidak berdasar secara medis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun