Mohon tunggu...
Dede Diaz Abdurahman
Dede Diaz Abdurahman Mohon Tunggu... Freelancer - Travel Blogger

Google Street View Trusted Photographer Content creator, vlogger, hobi travelling, suka foto, ngeblog, baca buku, footballover & coffee addict

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Resign Ini berat, Kamu Gak Akan Kuat, Biar Aku Saja!

3 April 2018   12:51 Diperbarui: 3 April 2018   12:59 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Dengar  kata PMS (Pre Menstruasi Syndrome) buat kaum cewek udah pasti pada  faham apa yang dimaksud. Tapi klo ada cowok yang ngerti juga soal PMS,  berarti itu cowoknya sangat feminim hehehe gak deh. Meminjam istilah PMS  dan disini saya memplesetkan nya menjadi PRS yaitu Pre Resign Syndrome.

www.shutterstock.com
www.shutterstock.com
Dan  seperti PMS, Pre Resign Syndrome (PRS) juga cukup mengganggu didalam  keseharian. Betapa tidak, sebelum pengunduran diri diajukan mau gak mau  kita dituntut untuk tetap masuk kerja dengan keadaan mental kita yang  sedang drop, karena mungkin belum mendapat kepastian akan pekerjaan yang baru.


Galau,  bingung, stress, bahkan minder yang dirasakan oleh orang yang akan  keluar dari tempat kerjanya itu menjadi sebuah kompilasi (kaya lagu aja hehehe) dan kalau moment nya kurang tepat bisa bisa kena semprot sama  yang bersangkutan. Disinilah empati terhadap orang yang akan resign sangat dibutuhkan, bukan berarti orang yang mau resign itu lemah  atau cengeng. Tetapi setidaknya bisa membuat moril seseorang tetap pada tracknya merupakan salah satu ibadah atau kebaikan.


Dan  masalah yang terbesar sebenarnya bukan disaat akan mengundurkan diri  dari pekerjaan, tetapi setelah keluar kerja apa yang mau dikerjakan??. Itu lah salah satu masalah klasik apabila kita memutuskan resign  dari tempat kerja kita tanpa ada perhitungan terlebih dahulu. Bisa jadi  awal masalahnya ketika kita memutuskan sesuatu hal disaat kita sedang  emosi. Atau tergiur dengan ajakan teman yang keluar kerja dan membuat  usaha, yang belum tentu cocok kalau kita ikut membuat usaha tersebut.


Soo.. benar apa pepatah, jangan membuat keputusan ketika marah dan jangan membuat janji ketika gembira.  Disaat kita sedang emosi/marah otak kita seperti tertutupi oleh semua  amarah sehingga berbicara pun asal keluar tanpa memikirkan efek  kedepannya. Begitupun ketika sedang diatas atau sedang senang jangan lah  membuat janji, karena hampir dipastikan kita akan lupa tentang janji  itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun