Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Allianz Gelar Drive Thru Rapid Test Gratis Cegah Penularan Korona

22 April 2020   10:23 Diperbarui: 22 April 2020   11:04 1745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Kompas.com/Agung DE

Selama masa darurat pandemi korona, pemerintah menganjurkan warga beraktivitas di rumah, termasuk bekerja. Namun tidak semua melakukannya karena berbagai alasan, salah satunya akibat jenis pekerjaan yang tak bisa dilakukan jika harus berdiam diri.

Saya merupakan salah satu diantaranya. Bekerja di media yang menerapkan sistem kerja satu hari bekerja dari kantor dan esoknya di rumah membuat saya paham betul bagaimana kondisi warga terdampak dan harus tetap beraktivitas bertemu banyak orang.

Selama bekerja, saya selalu menggunakan transportasi umum seperti angkutan kota (angkot). Selain ojek online, mereka juga terdampak besar virus Corona dan pembatasan sosial dari pemerintah.

Pada Kamis (2/4) lalu, matahari santer berada di atas kepala. Saya menggunakan angkot menuju stasiun, hendak berangkat kerja ke kantor di bilangan Jakarta Pusat.

Jalanan lebih lengang dari biasanya akibat imbauan dari pemerintah untuk beraktifitas di rumah, karena saat itu Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) belum berlaku, dan bagi pengemudi yang menyetor uang sewa mobil harian, inilah petaka sesungguhnya.

Waktu itu angkot yang saya tumpangi bernomor 61, dengan trayek Cinere - Pasar Minggu dan sepi penumpang. Saya memilih duduk di depan, karena kesempatan untuk mengobrol makin terbuka lebar. Saya masih ingat percakapan waktu itu, ditambah catatan kecil yang saya buat untuk mengingat kisah ini.

Muka pak supir cukup muram, setelah dia berkisah ternyata ia baru mendapatkan uang sekitar Rp 15 ribu hingga 20 ribu, padahal biasanya sudah mengantongi Rp 50 ribu. Mirisnya lagi, dia mengaku bila uang kontrakan belum dibayar pada saat itu.

Namun mukanya lebih bergairah ketika melihat dari kejauhan ada dua orang yang membawa tentengan di depan SMK 25, Pasar Minggu. Pak supir berteriak, "wah sembako, sini sini sembako".

Ternyata dua orang tadi menenteng sebungkus makanan dan satu air mineral gelas dalam kantong plastik berwarna putih. "Ini pak, semoga bermanfaat ya," kata seorang pria dengan kaus putih sambil menyodorkan makanan ke supir. Sang supir menerimanya dengan riang gembira sambil berkata "alhamdulillah, terima kasih banyak ya mas," ungkapnya.

Satu orang pria yang mengenakan kaus berwarna gelap lainnya menyodorkan makanan ke arah saya dan berkata "ini untuk orang yang sampai saat ini masih bekerja di luar rumah mas," katanya.

Akhirnya pak supir mengambilnya dan langsung melaju mobilnya menuju Pasar Minggu, tempat pemberhentian terakhir angkot ini yang berseberangan dengan Stasiun Pasar Minggu, tempat saya menaiki kereta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun