Mohon tunggu...
Dias Ashari
Dias Ashari Mohon Tunggu... Penulis - Wanita yang bermimpi GILA, itu akuuu..

Mantan Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(Novel) Racikan Tinta Calon Apoteker - Episode 2

30 Oktober 2020   08:52 Diperbarui: 30 Oktober 2020   09:07 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Kami adalah anak-anak yang suka mentertawakan orang lain. Kami berjalan melewati area pabrik belakang sekolah. Banyak kejadian lucu yang menjadi kenangan untukku saat ini. Saat diperjalanan menuju rumah erna, kami bertemu dengan pengendara yang mirip dengan guru kewarganegaraan kami, namanya pak darsono. Beliau memiliki kebiasaan buruk yaitu merokok dan mengupil saat mengajar. Itulah yang sering menjadi bahan ejekan kami saat diluar kelas. Kami menyadari bahwa hal itu tidak sopan, namun kami hanya berniat bersenang-senang saja.

" Aen,,aen lihat itu pak darsono" tunjuk erna ke arah salah satu gerbang pabrik

" Ha....hahah, iyah iyahhh, lihat gera itu ngupil terus ditempelken kana tembok, gelehhh ihh, mukana ge meni cipeuwnya" kata aeni sampai tertawa terbahak bahak.

Orang yang paling kocak diantara kami adalah erna. Dia selalu punya ide untuk membuat kami tertawa. Aku selalu belajar darinya bagaimana membuat hidup lebih bahagia. Kemudian aeni si cantik jelita seperti boneka barbie. Bibir yang mungil, mata yang bulat semakin membuatnya betah untuk di pandang. Dia memiliki nama panggilan sebagai ibu hajat atau ibu bugis. Hal itu karena dia sering izin masuk sekolah karena seringkali ada saudaranya yang menikahkan atau sunat. Tentang ika dia adalah orang yang sederhana dan lucu. Satu kelas memanggil dia dengan sebutan bu haji, karena saat itu dia pernah membawa oleh-oleh khas orang yang pulang haji. Saat orang memanggil dengan sebutan seperti itu dia tidak marah, dia malah selalu mengamini doa itu. Terakhir adalah siti jangan tanya lagi dia adalah teman sebangku yang baik dan pintar. Dia hampir sama sepertiku agak sedikit pemalu.

Kebiasaan kami selama tiga tahun adalah seperti itu. Setiap pulang sekolah, jika tidak ada kegiatan untuk kumpul organisasi, kami selalu pulang bersama dan memasak seblak di rumah erna sampe waktu sore. Terkadang kami juga menonton film horor bersama. Padahal kami termasuk orang yang penakut, namun entah kenapa kami begitu menyukai hal tersebut. Tidak jarang saat menonton film, kami selalu menutup wajah kami dengan tangan dan menonton di balik jari jemari yang dibuka sedikit.

Keesokan harinya seperti biasa aku berangkat sekolah dengan semangat. Seperti biasa hari itu aku selalu melihat wajahnya. Namun aku tak berani untuk menyampaikan apa yang kurasakan. Karena aku paham anak seusiaku memang harus fokus untuk belajar bukan mengumbar perasaan kepada lawan jenis. Saat itu yang aku lakukan hanya membuat puisi untuk mencurahkan apa yang aku rasakan.

 

Akupun keluar dan seketika langsung memeluk erat aeni. Dia pun melakukan hal yang sama terhadapku. Aku merasa tenang ada dalam dekapannya. Hanya dia yang memahami perasaan sakit hari itu. Aeni tau seberapa besar cinta aku kepada diza. Selepas kejadian itu dia menghiburku dan membawaku ke warnet. Waktu itu sedang gencar dengan akun media social yang kami gunakan yaitu aku facebook.

Saat itu pada tahun 2008, kita masih belum mengenal handphone android seperti generasi milineal saat ini. Zamanku yang terkenal adalah hp esia, yang saat itu begitu banyak digunakan oleh para siswa. Betapa alaynya kita saat itu, menggunakan kata dengan berlebihan, kadang juga menggunakan  singkatan. Setiap hari kita mengirimkan pesan ucapan selamat pagi, selamat siang, selamat malam, sedang apa, kesemua orang yang ada dikontak. Jika diingat kembali masa itu, kini aku tertawa geli. Selain hp esia, saat itu ada diantara teman kami yang menggunakan handphone nokia. Saat itu nokia adalah ponsel pertama yang keren menurutku. Nokia hanya dimiliki oleh mereka yang berasal dari keluarga berada.

Aku ingat dulu kita berbondong-bondong pergi ke warnet hanya untuk membuka akun facebook. Kami rela menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk sekedar chat dengan orang yang tidak kita kenal, bertemupun tidak pernah. Namun dulu seolah hal itu adalah sebuah kesenangan bagi kami. Tidak membuka akun satu hari saja, berasa ada hal yang kurang. Tak hanya diluar sekolah saja, bahkan kami membuka akun itu saat belajar TIK. Secara sembunyi-sembunyi kami lakukan, agar tak ketahuan oleh guru kami.

Dulu saat smp banyak sekali keseruan yang kami alami. Kami bisa menikmati masa remaja itu sesuai waktunya. Masa itu kita lalui dengan bermain permainan tradisional. Sehingga kami selalu merasa ada kehangatan seorang teman. Aku bersyukur dulu dizaman remajaku tidak ada handphone android, mungkin kalau ada aku bersama mereka tidak akan bersahabat. Mungkin jika dulu ada handphone canggih kita akan disibukan dengan dunia yang ada dalam bentuk persegi panjang itu. Mungkin saja kita akan nampak seperti zombie, hidup namun tidak berbicara satu sama lain. Aku yang bersyukur dengan masa remajaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun