Mohon tunggu...
Heru Pras
Heru Pras Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Teknisi

I am Nothing

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

3 Hari 3 Malam di Maluku Barat Daya

7 Oktober 2015   02:02 Diperbarui: 7 Oktober 2015   03:06 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="suasana senja tiap hampir malam di pulau luang"][/caption]

Keerom - Maluku Barat Daya sebagai Kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat menyimpan banyak cerita. Bulan april saat saya dan seoramg teman kerja melakukan survey untuk sebuah pekerjaan, berangkat kami dari Kota Saumlaki MTB menuju ke Pulau Luang (salah satu pulau yang disana ada 2 Desa di kecamatan Mdona Hyera). perjalanan laut adalah pengalam pertama bagi saya, jadi saat kami berlabuh dari Kapal penumpang saya sempat terkejut karena di Pulau itu tidak ada Dermaga. "Wah...bagaimana kita harus turun melompat dari tangga kapal ke perahu motor tempel" (sebutan masyarakat setempat untuk perahu bermesin diesel). Keluh saya.

Namun dengan memaksakan keberanian, saya melompat hingga hapir tergelincir dari perahu. Wah...kalau saja saya tergelincir "ini lautan lepas" kata saya sambil gemeteran. Namun Tuhan masih sayang akhirnya kami sampai di Pulau Luang dengan selamat. Hal semacam itu dilakukan oleh masyarakat luang hampir setiap hari sebagai sarana transportasi laut. Sudah tidak ada pilihan lagi karena MBD memang Daerah Kepulauan sehingga perjalanan harus dilakukan dengan kendaraan laut.

Tidak banyak yang terlihat saat itu karena kedatangan kami sudah malam gelap gulita, hanya lampu dirumah-rumah dengan tenaga diesel hasil swadaya masyarakat yang berbunyi tiap malam hampir menembus pagi. Mereka harus meng irit bahan bakar sehingga lampu hanya menyala hingga tengah malam saja, selebihnya padam sampai pagi hari.

Setelah matahari membangunkan saya dari tidur, saya baru merasakan suasana yang sangat natural. Angin yang semilir, pandangan langsung saja ke perbukitan yang tinggi, lalu dimanjakan dengan pemandangan yang sangat luas ke lautan "Ini Sangat Layak dijadikan tempat wisata" kata teman. Dan memang begitu indah.

Setelah berkeliling Desa, saya tidak melihat satu rumah wargapun yang terbuat dari papan. Semua terbangun menggunakan batu sehingga sangat permanen. Timbul rasa penasaran di benak saya, mata pencaharian mereka apa dan penghasilan mereka berapa ?. Setelah berbincamg dengan aparay desa setempat, ternyata mayoritas penduduk di Pulau itu bermata pencaharian nelayan dan petani rumput laut. "Kami di sini rata-rata melaut mencari ikan dan menanam rumput laut. Hasil dari panen ru,put laut itu setiap Kepala Keluarga tiap bulannya bisa sampai 1 Ton dengan harha 8.000 sampai 10.000 per kilo gramnya". Tutur Paul Antabel seorang aparatur desa.

Sentak saja saya terkejut. Ternyata di daerah kepulauan seperti ini, mereka sangat kaya dengan fasilitas yang belum memadai seperti belum adanya Bank, dan sangat jauh dari Kota. Pembangunan mesin penyaring air asin ke air tawarpun tidak dilanjutkan oleh pemerontah daerah sehingga mereka harus mandi dengan air asin lalu dibilas dengan air hujan. Keadaan seperti ini dijalani karena di Pulau itu tidak ada sumber air tawar. Mereka banyak yang cerdas dengan banyaknya anak-anak yang sekolah dan kuliah diluar pulau sampai ada yang menjadi seorang sarjana.

Di sini kami hidup, mencari makan dan mempertahankan harta-harta kami ingin menjadikan Pulau ini ditatap oleh dunia luar. Kata salah seorang warga yang saya lupa namanya, namun bagi saya, pulau Luang adalah sebuah daerah yang sangat layak menjadi tempat wisata. Dengan penduduknya yang ramah, disini kami pertama kali menyentuhkan pasir putih di dahi kami sebagai penghormatan terhadap nenek moyang mereka

Jika saja pemerintah lekas membangun daerah iti, sangat yakin bahwa MBD dapat maju dengan pesat, dan menjadi daerah perbatasan yang dapat diandalkan dengan Timor Leste. 3 hari 3 malam berlalu. Kami ikut gaya mereka hidup, makan hasil laut, menghirup udara segar tiap pagi, menikmati pemandangan yang mungkin hanya di Pulau ini saya dapati dan tidak bisa diuraikan dengan kata-kata, mandi dengan air asin dan dibilas dengan air hujan, terasa sudah menyatu dengan kehidupan mereka dan seperti sudah menjadi saudara.

Waktu mengharuskan kami pulang, dan selamat tinggal kawan-kawan. Laki-lakinya yang tiap pagi pergi ke laut dan pulang kembali malam hari, ibu-ibu yang sudah menyiapkan hidangan untuk suami dan anaknya, adik-adik yang tiap sore bermain kelereng, nona-nona yang manis yang sedang rajin menjemur rumput laut, mengingatkan saya akan indahnya Maluku Barat Daya. Pulau Luang tetap dalam ingatan dengan harapan suatu saat dapat kembali menjenguk saudara-saudara ku disana.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun