Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengawali Kebaikan dengan Makan Bersama

28 Juli 2016   22:33 Diperbarui: 31 Juli 2016   11:04 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Masyarakat  berbahasa daerah Bajawa memiliki ajaran luhur melalui ungkapan Ma’e Kadhi Go Mami. Ungkapan tersebut secara harafiah biasanya diartikan sebagai ‘jangan melewatkan kesempatan untuk makan (bersama)’.

Sementara masyarakat Sunda mempunyai tradisi makan bersama yang dikenal dengan sebutan Botram. Makan bersama yang biasanya dilakukan di kebun atau di ruang terbuka. Dapat menggunakan daun-pisang utuh yang dipakai sebagai tempat untuk menyajikan hidangan mulai dari nasi sampai sayur dan lauk-pauk.

Makan memiliki filosofi yang sangat tinggi terkait dengan eksistensi manusia sebagai makhluk sosial. Melalui makanan yang diterima atau dinikmatinya, manusia mensyukuri anugerah kehidupan yang dilimpahkan melalui alam dan sesama. Pada gilirannya, berkat yang disyukurinya itu diharapkan dapat dibagi-teruskan kepada orang lain. Terutama kepada orang-orang  terdekat  atau  yang ada di sekitar tempat kita tinggal.

Masakan Simbok, Masakan Paling Enak

Kami punya pengalaman yang sangat kami sesali dan syukuri. Disesali karena pada waktu itu betapa kami belum cukup peka. Dan disyukuri, karena dengan pengalaman itu kami disadarkan memiliki titipan cinta dalam kebersamaan.

Karena kerepotan akan banyak hal, selama sekitar tiga hari kami tidak memasak sayur dan lauk. Hanya menanak nasi. Kami memutuskan untuk membeli yang sudah masak di warung. Pada hari pertama tidak ada masalah berarti. Pada hari kedua dan ketiga anak-anak sudah tidak mau makan. Padahal sudah dibelikan lauk yang menurut hemat kami berkualitas baik dan enak.

Pada hari keempat, karena anak-anak semakin terlihat tidak berselera untuk makan, kami memasak oseng sayur buncis. Dengan ditambah teri Medan dan sedikit tempe. Karena kasihan sudah dua hari anak-anak tidak lahap makan, maka mereka disuapin dengan nasi dan sayur buncis yang masih hangat. Reaksi anak-anak sungguh tidak disangka. Pertama mereka meminta tambah karena masakan sangat enak menurut mereka. Dan kedua, si sulung mengajukan komplain mengapa dari kemarin tidak dimasakin sayur dan lauk dan mengatakan bahwa ia tidak suka masakan yang dibeli di warung.

Sambil meyuapin, dengan diam-diam mamanya mengusap air matanya. Belakangan ia bercerita betapa ia sangat menyesal tidak memasak selama beberapa hari. Ia menyesal karena sudah menunda hasrat anak-anak menikmati makanan yang seharusnya disediakan.

Sampai hari ini kami tidak pernah kesulitan memilih makanan buat anak-anak. Bagi mereka masakan mamanya semua enak.

Kalau ada yang istimewa, mereka berdua sangat menyukai ikan laut. Mungkin karena di tubuh mereka mengalir juga darah Batak. Oh ya, si kecil juga sangat suka makan keju. Ia makan keju seperti makan kue. Sangat senang dan sangat dinikmati. Kami masih belum menemukan jawaban darimana si kecil sangat menyukai keju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun