Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Pagi Menanti di Tikungan Jalan

21 April 2021   21:04 Diperbarui: 21 April 2021   21:09 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi masih menanti di tikungan jalan

Ketika hangat matahari memeluk punggung lereng yang kedinginan sepanjang dini yang menggigilkan
Dan guguran lava berlari menuruni kubah di sisi jauh

Pagi selalu bermurah hati
Menanti tanpa henti
Menunggu tanpa ragu

"Aku ingin menggantungkan harapan di dinding rumahku," katamu, dua hari lalu

Harapan telah lama tergantung di dinding-dinding yang terus menua
Melewati banyak pagi
Menghabiskan banyak malam
Lalu kita terus menambahnya

Pagi terus bermurah hati menghangatkan hari
Sejak kita mengayunkan langkah-langkah kecil di atas paving pada jalan kecil di sisi sungai berarus lambat
Dan pohon-pohon masih menunas, ikut menumbuhkan pagi
Matahari menyisip di antara batang-batang kelapa

"Aku akan yang menraktirmu sarapan," kataku sekali waktu
Ketika pagi masih menghangat di matamu

Senyummu mengembang
Memberikan banyak jawaban melebihi pertanyaan yang pernah dapat kubuat

Pagi juga seringkali memberi kejutan di waktu yang lain

"Aku akan duduk di dekat tiang di sisi belakang," katamu

Dalam pesan pendek yang terasa panjang
Lalu siang membiarkan dirinya dirambati dentang suara lonceng

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun