Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Mampirlah Suatu Ketika

2 Januari 2021   07:10 Diperbarui: 2 Januari 2021   07:25 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mampirlah,
Tempatku di dekat bulir-bulir air hujan yang menggantung di dahan pohon jeruk

Setelah jalan yang terus menanjak
Beloklah di dekat selokan yang memotong jalan aspal

Teruslah melewati jembatan tua yang kokoh di atas batu cadas
Sungai kecil di bawahnya berair jernih
Batu-batu kecilnya terlihat jelas
Mencermin-bening

Kamu akan melewati lagi dua selokan yang memotong jalan
Jalan berbatu yang meliuk-ular sepanjang aliran air dari sendang

Setelah selokan kedua yang memotong jalan
Akan kamu temui sejembatan tua berbatu bata dengan plester yang mengelupas
Beloklah ke kiri seturut aliran air yang berbelok
Titilah sepanjang sisi aliran air

Ia akan melewati rumpun-rumpun bambu
Dan dua pohon manggis yang tidak kunjung bertambah besar

Beloklah ke kanan begitu terdengar gemericik air yang berlari ke kolam

Sepuluh langkah berikutnya, rumahku akan sudah terlihat dari bulir air hujan yang menggantung di dahan pohon jeruk nipis

Mampirlah suatu ketika

| Posong | 2 Januari 2021 | 07.02 |

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun