Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Cahaya Bulan dan Pohon Kamboja

16 Januari 2020   17:25 Diperbarui: 17 Januari 2020   18:33 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Pada cahaya bulan yang menyelinap di antara rimbun kamboja, aku mencarimu

Cahaya yang hanya bergerak lurus
Meniti udara-udara malam
Dalam warna pucat yang menenangkan
Pohon kamboja tumbuh dan meninggi di antara hitam
Dan bayangannya menyimpan banyak catatan

Sebunga kamboja bermandi cahaya bulan
Sinarnya melumuri warna kuning dan putih
Dalam pendar yang tidak menyilaukan

"Aku ke timur, menyeberangi sedikit selat, lalu berjalan meniti bukit dengan rumput-rumput setinggi mata kaki," gelakmu di sisi jauh malam

"Mestinya kamu mencariku ke tempat di mana aku ada di sana," katamu tentang punggung bukit yang menjulang di antara hamparan pasir-pasir putih di bibir pantai

"Mengapa langit berwarna biru di gelap malam?" tanyaku tentang langit yang meninggi di atas awan

"Biru adalah biru, pun di gelap malam," jawabmu sambil membersihkan pasir yang menempel di jenjang kakimu

Aku mencecap kembali kopi dengan gula aren dalam gelas tua
Tanpa gagang yang entah kapan waktu telah mematahkannya
Dalam warna yang terus memudar
Dan bibir yang terus meretak

"Kapan kamu kembali dari timur?" tanyaku sambil melihat bulan yang bertapa di atas awan

Timur adalah tempat terjauh yang tidak akan pernah tertempuh
Aku sudah di barat lagi saat menyangka sudah mencapai timur
Ke tempat semula aku dibawa angin yang mewaktu

Tempat yang pernah kutinggalkan dan tidak pernah beranjak
Tempat yang menitipkan kunci pintunya untukku
Disimpannya kunci di antara kabut-kabut tebal sampai malam menceritakan rahasia itu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun