Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salib Tanpa Corpus di Warung Mbah Hadi

19 Agustus 2019   20:00 Diperbarui: 20 Agustus 2019   18:59 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah mendekati pukul 23.00 ketika sampai di warung Mbah Hadi. Warungnya berada di kompleks Gua Maria Sriningsih.

Sebuah warung sederhana yang dibangun dengan material batako press dan kayu-kayu lokal berkualitas biasa yang belum banyak disentuh finishing.

Pintu masuknya dibuat berlipat supaya ringkas. Sebuah meja berukuran sedang diletakkan di depan pintu masuk. Tempat untuk meletakkan dua baskom berisi makanan kering berbahan umbi-umbian yang sudah dikemas dalam wadah plastik. Juga ada empat bungkus tepung berwarna putih dalam piring seng bercat warna kuning yang sudah pudar.

Kamar Mbah Hadi tidak berpintu. Dengan sebuah salib tanpa corpus tergantung di atasnya. Mungkin supaya Mbah Hadi mudah melihat siapa yang datang. Lalu pada saat yang sama dapat sambil rebahan beristirahat.

Dalam usia yang ke 78, Mbah Hadi hanya mengenakan baju tanpa jaket. Langkahnya pelan di antara barang-barang yang tertata dalam jarak dekat.

"Ngersakke napa, Mas?" sahut Mbah Hadi dari dalam kamar. Menanyakan apa yang kubutuhkan. Sambil pelahan bangun dari tempat tidur. Mungkin sambil menyesuaikan dengan sendi-sendi yang sudah tidak seelastis dulu. Saat berusia lebih muda.

Angin di ketinggian pada malam itu terasa kuat bertiup. Pohon-pohon jati sudah merontokkan daunnya dan menyisakan ranting-ranting yang meranggas. 

Bertahan memang tidak identik dengan pamer. Pohon jati sudah menggugurkan daunnya untuk berdamai dengan kemarau. Menyambut terik sambil memanjangkan akar. Mbah Hadi tetap bertahan tanpa jaket.

Sambil menyiapjerangkan air di dapur, Mbah Hadi bertanya apakah pada mie instan perlu ditambahkan telur ayam negeri. Suaranya terdengar jelas dan ramah. Tidak menyisakan kesan bahwa ia baru saja memelekkan mata.

Ibu-ibu, meski sudah sepuh, selalu mempunyai daya tahan hebat untuk terbangun dengan cepat. Seperti ketika muda mereka bergegas memincingkan mata sambil tangannya bergerak cepat memastikan tidak ada ompol di pantat bayinya. 

Sementara bapak-bapak yang hanya menggendong anaknya dalam waktu singkat membutuhkan waktun khusus dan panjang untuk memproduksi dengkur yang lebih nyaring.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun