Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kamu adalah Filsafat yang Kupelajari

6 November 2018   07:27 Diperbarui: 6 November 2018   07:41 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Catatan untuk Na (278)

Rasanya sedikit adalah hanya karena semestinya banyak
Lalu, banyak adalah lebih dari sedikit yang dianggap cukup
Dari hanya sepotong atau seirisan yang selalu ada, kamu adalah seperti usaha keras supaya yang rumit dapat dipahami menjadi sederhana
Iya, seperti memampatkan pengertian
Bahwa yang rumit adalah hanya memilih yang paling sederhana
Maka di manakah yang sederhana?
Ia adalah kepasrahan menerima bagian yang sudah terlanjur rumit
Pada saat seperti itu
Waktu yang sangat sedikit menjadi berkah yang begitu banyak
Dan kesempatan yang banyak selalu terlalu sedikit
Mengapa kamu menjadi filsafat yang harus kupelajari?
Seperti kabut yang terlihat sederhana, padahal ia adalah proses menjadi yang rumit
Atau seperti lalu lalang jalan yang terlihat rumit di kotamu, padahal ia hanya kesederhanaan yang dilakukan dengan terburu-buru
Kamu seperti ruang yang kubuat untuk memasukkan diri ke sana
Terlanjur semakin dalam, terlanjur semakin luas
Dengan jalan keluar yang terus menyempit
Pun juga seperti pagi yang terlihat sederhana, padahal ia adalah proses kimiawi yang rumit
Tetapi pagi menjadi saat terbaik untuk menertawakan diri
Setelah mimpi berlalu lalang sepanjang malam
Kenyataan terhidang dalam benderang pagi
Betul. Kamu adalah hal sederhana yang begitu rumit. Dan hal rumit yang begitu sederhana
Kemudian bertemu dalam secangkir kopi yang selalu pekat
Tetapi menyederhanakan yang terlanjur rumit
Semoga ada pagi yang lain di Posong
Ketika gerak angin pagi berebut memenuhi bingkai jendela saat matahari tidak tinggi
Dan secangkir kopi pahit mendekat bersama langkah jenjang yang pelahan melewati selasar yang terlanjur
membujur dari barat ke timur

| Prambanan | 6 November 2018 | 05.06 |

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun