Mohon tunggu...
Diar Ronayu
Diar Ronayu Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger dan Youtuber

Video creator di Channel YouTube Mama Unakira, sesekali menulis di unakira.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kerokan, Tradisi Kuno yang Selalu Melekat Manis di Hati

25 November 2017   11:31 Diperbarui: 25 November 2017   18:58 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.pacificcollege.edu

Masa kecil saya dulu cukup bahagia karena sempat mengenal sungai, sawah dan ladang. Maklumlah karena dulu pernah tinggal di desa. Tanpa gadget atau mainan mahal, hidup anak - anak desa pada masa itu begitu sederhana. Saya dan 3-4 orang teman biasa berkumpul di sore hari lalu pergi bermain bersama.

Meski tak berbekal apapun tapi bersama mereka selalu seru dan menyenangkan. Kami bisa bermain air di pinggir kali, mencari kerang - kerangan, berburu buah pohon kersen di lapangan, atau menggali - gali tanah untuk berburu harta karun.

Kadang kami hanya berjalan - jalan saja menyusuri pematang sawah. Tak jarang kami dikejutkan dengan ular sawah yang tiba - tiba melintas. Walaupun hanya selewat saja, namun sapaannya selalu sukses membuat kami lari tunggang langgang dengan detak jantung yang berdegup kencang. Masa - masa itu sungguh berkesan di hati. Namun ada konsekuensi yang harus ditebus karena sering kelayapan. Masuk angin, perut kembung dan pegal - pegal pun seringkali jadi langganan.

Kata ibu, masuk angin adalah penyakit yang disebabkan oleh angin yang masuk dalam tubuh. Padahal pernyataan tersebut salah kaprah. Masuk angin biasanya terjadi karena terpapar cuaca yang dingin, terlalu lama di ruang ber AC, kehujanan dan lainnya. Kondisi dingin di sekitar tubuh menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang mengakibatkan peredaran darah tidak lancar sehingga otot jadi kekurangan oksigen. Akibatnya, badan jadi terasa pegal - pegal. Sedangkan gas pada perut kembung yang dituding sebagai angin yang masuk, bisa terjadi akibat cuaca dingin yang menyebabkan perlambatan gerak peristaltik usus. Perlambatan ini menyebabkan gas tertampung di saluran cerna sehingga perut terasa kembung dan penuh (begah). Biasanya pada penderita masuk angin, gas - gas tersebut keluar tubuh melalui buang angin maupun sendawa.

Masuk angin umumnya akan sembuh dengan sendirinya dengan cukup istirahat, banyak minum air putih dan konsumsi vitamin C. Namun saya yakin anda pun akan sepakat dengan saya bahwa pengobatan yang paling populer untuk meredakan masuk angin di masyarakat adalah ke-ro-kan.

Nasihat ibu yang selalu saya ingat hingga kini adalah, kalau sakit jangan cepat - cepat minum obat, tapi coba cara alami dulu. Apalagi kalau cuma masuk angin. Biasanya, ketika saya mulai mengeluh masuk angin setelah pulang bermain, ibu akan segera menyuruh saya mandi air hangat, kemudian menggiring saya ke kamar sambil berkata, "Kene tak keriki!", atau dalam bahasa gaulnya berarti, "Sini ibu kerokin!". 

Selanjutnya sambil mengomel, ibu akan membalur punggung dan bahu saya dengan minyak 'klethik', kemudian mengambil sepotong bawang merah yang sudah dicacah ujungnya, dan menggesek - gesekannya ke punggung hingga membentuk guratan - guratan merah seperti tulang ikan. Seperti biasa, kalau ibu sudah mengomel kita cukup pasang kuping sambil mangguk - mangguk kurang lebih 30 menit. Dan akhirnya saya pun terpaksa menikmati kerikan ibu yang nikmat itu sambil mendengarkan kicauannya yang merdu.

Kerikan. Begitu saya mengenalnya. Sejak belum mengenal apa itu cinta, saya sudah akrab dengan kerikan atau kerokan. Sejak saya masih memakai bedak bayi untuk bedak muka, ibu sudah menurunkan tradisi ini ke anak - anaknya. Namun diantara 2 anak gadisnya, hanya saya, si sulung, yang mampu bertahan menahan sensasi geli - geli sakit yang ditimbulkan oleh kerokan. Sementara si tengah, selalu berusaha tegar di awal, namun selalu saja kabur di guratan kedua atau ketiga. 

Karena sudah terbiasa dikerok saat masuk angin, lama kelamaan level kerokan saya pun meningkat. Dari yang tadinya hanya pakai bawang merah dan minyak 'klethik', ibu pun menantang saya untuk dikerok pakai koin dan balsem. Ibu ini alasan saja. Mungkin maksudnya biar lebih praktis, tidak perlu kupas - kupas bawang dan menyiapkan wadah untuk minyaknya. Ah, apapun medianya, selama dikerok oleh ibu rasanya selalu ajaib. Hanya dibuat istirahat semalam, keesokan paginya badan sudah kembali segar.

Entah sejak generasi ke berapa, tapi kerokan memang sepertinya sudah jadi tradisi turun temurun di keluarga kami. Ibu saya mengenal kerokan dari ibunya. Ayah saya pun mengenal kerokan dari ibunya. Jadi bisa disimpulkan bahwa pembawa tradisi kerokan dari masa ke masa adalah para wanita. Karena para ayah pasti hanya akan selalu mengerok istrinya, sedangkan yang bertugas mengerok anak ketika mereka masuk angin pastilah para ibu. Mungkin begitulah bagaimana kerokanisme terus eksis dan bertahan hingga era digital ini.

Konon katanya kerokan bertujuan untuk membuka pori - pori di kulit sehingga angin - angin penyebab masuk angin yang ada di tubuh bisa keluar. Kalau seperti itu, logikanya bukan hanya angin di tubuh saja yang bisa keluar, angin - angin yang diluar pun  seharusnya juga bisa ikut masuk ke dalam  tubuh. Ya kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun