Mohon tunggu...
Dian Yulia Kartikasari
Dian Yulia Kartikasari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Penikmat alam, kuliner dan menyukai dunia tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Serupa Tapi Tak Sama (Balada Kantor #2)

22 Mei 2013   12:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:12 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin untuk pertama kalinya dalam dua minggu ini saya pulang tenggo (bukan sejenis wafer, bahasa gaul buruh berdasi atau ber'heels untuk tepat waktu) Sedikit gaya saya menunda membaca lagi hasil revisi si boss atas tulisan saya kemarin sore karena mau ketemu sama teman SMA, yang pasti sudah bertahun-tahun silam tidak bersua. Untungnya boss saya paham.

Lalu kita bertemu. Kesan pertama bertemu kita sama-sama mengagumi fisik masing-masing. Saya mengagumi perutnya yang membuncit. Biasanya buncitnya pria berbanding lurus dengan tingkat kemakmurannya. Dan dy dari tatapan matanya, mengagumi badan saya yang tidak banyak berubah semejak lulus SMA. Tetap sama pendek dan kecilnya. Hehe..


Singkat cerita kita membahas banyak hal, dari kisah zaman kuliah, masalah pribadi, pekerjaan dan lain-lain. Yang ingin saya share disini adalah soal pekerjannya. Dia bekerja di salah satu bank swasta top 10 di Indonesia. Dengan riwayat pekerjaan lebih lama saya 5 bulan. Jadi setelah saya bekerja di tempat saya, 5 bulan dia baru join di Bank tsb.

Hal yang menghentakkan dan (tidak sedikit) menggelitik nurani saya adalah, ketika dia menyebutkan angka upah dia pertama kali join di angka yang jauh lebih besar dari angka yang saya dapat sampe sekarang. Berarti kisaran saya, angka dia sekarang dengan masa jabatan kurang lebih sama dengan saya bahkan lebih lama saya 5 bulan. Dia sudah menembus angka paling tidak 3x angka saya sebulan. WOW! Gimana nggak gigit jari saya.

Oke memang saya tahu bekerja di Perbankan itu benefitnya besar, berbanding lurus dengan pressure'nya. Tapi dengan harga-harga dan kebutuhan hidup yang makin tinggi saya rasa saya berhak juga dapat lebih. (Rintihan seorang karyawan, berharap bapak boss baca tulisan saya) Cuma saya nggak bisa dan tidak terbiasa minta kaya gitu, saya yakin beberapa pembaca pun mengalami hal serupa. Tidak bisa menuntut.

Saya ingat, akhir tahun lalu sepulang saya seminar, saya ketemu dengan mantan branch manager top 3 bank di Indonesia. Saat saya tanya kenapa dia resign dia cuma bilang, "Aku bosan Dian. Kerja gini terus. Aku udah di level tertinggi aku bisa raih. Terus aku mau apalagi? Kurang menantang."
Sekarang ia berprofesi sebagai dosen lepas, konsultan dan financial advisor untuk perusahaan insurance terkemuka.
Dengan gayanya sedikit nyombong, "Passive incomeku itu bisa xx juta. Aku tadi habis jadi konsultan perusahaan gede itu, ngobrol satu jam, ak jelasin konsep, dia bantah, bayaranku x juta (which is beda tipis sama gaji saya ngetik sebulan di kantor. Dia dapet cuman sejam)"
Enak kali yaa kerja kaya gitu..

Serupa tapi tak sama. Jabatan supervisor yang serupa di sebuah perusahaan dengan perusahaan lain tidak lantas bisa kita samakan range standard gajinya. Perbankan biasanya memang menawarkan benefit dan kompensasi yang lebih membuat kita ngeces dibanding perusahaan swasta lainnya, kecuali bidang migas. Kita semua tahu itu. Tapi apakah kita semua tahu kalau memang bekerja di perbankan itu juga memiliki pressure yang nggak biasa.(Mohon direview apabila gagasan saya kurang valid) jadi istilahnya sawang sinawang. Rumput tetangga pasti terlihat lebih hijau, itu hukum alam. Hanya kita tidak pernah mengetahui dengan pasti ada apa dengan rumput itu.

Saya sering melihat teman-teman saya dengan posisi pekerjaan sama dengan saya sudah bisa jalan-jalan ke luar negeri, pelesir liburan kemana-mana. Saya kalau bukan tugas negara (kantor) manalah bisa pelesir macam begitu.

Terus masalah gitu??

Ya tidak, tetap bersyukur dong. Berarti rejeki saya memang baru segini.

Terus mau nerima gitu aja??

Tentu tidak dong. Tetap cari-cari info. Siapa tahu adaaaaa yang lebih baik. Toh yang namanya hidup itu kan berusaha mencari yang terbaik tho?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun