Memiliki rumah sendiri adalah impian banyak orang, tidak terkecuali menjadi impian besar saya sejak belasan tahun lalu. Namun, pengalaman yang saya alami sendiri, bukan hanya membuat saya ragu ambil KPR, melainkan boleh dibilang kapok. Kini saya lebih suka dan merekomendasikan orang lain untuk menabung dulu sebelum membeli rumah.
Saya pernah berbicara dengan beberapa teman yang lebih muda tentang impian mereka memiliki rumah sendiri, dan jawabannya sangat beragam.
Beberapa memilih tetap tinggal bersama orang tua karena ingin merawat mereka, ada yang memilih mengontrak rumah karena keterbatasan dana, ada yang menabung untuk membeli tanah dan membangun rumah sendiri secara bertahap, dan ada pula yang bersikeras menabung untuk membeli rumah secara langsung ke developer dengan metode cash lunak tanpa KPR.
Dari jawaban-jawaban tersebut, saya menyimpulkan bahwa alasan utama orang-orang masih ragu ambil KPR adalah karena alasan finansial. Namun, yang paling membuat saya terkesan adalah jawaban seorang teman yang sama dengan apa yang saya rasakan --- karena tidak ingin menghabiskan masa hidup untuk menyelesaikan cicilan rumah. Masa KPR yang panjang membuat orang menghabiskan waktu belasan tahun untuk mencicil rumah yang ditinggalinya. Rumahnya sudah buruk, utang KPR belum selesai.
Pengalaman tentang KPR
Pengalaman saya sendiri dengan KPR juga kurang menyenangkan. Saya dan suami mengambil KPR dengan masa angsuran 15 tahun karena penghasilan kami pas-pasan. Namun, seiring waktu, kami merasakan bahwa hidup kami stagnan karena adanya cicilan yang membuat kami tidak bisa mengatur keuangan dengan leluasa.
Belum lagi, baru saja dua/tiga tahun ditinggali, rumah sudah banyak keluhan. Atap yang bocor, tembok yang retak, sampai rembesan air hujan dari rongga pemisah antara rumah kami dan rumah tetangga.Â
Drainase dan saluran air pun harus dibuat oleh pemilik rumah tanpa dirapikan oleh developer. Sampai kami beranggapan bahwa rumah itu dibuat dengan material bangunan yang hargnya murah dan dikerjakan oleh tukang yang asal-asalan.Â
Kami terus mencari solusi. Akhirnya, pertolongan Allah datang dalam bentuk pembeli baik hati yang membeli rumah kami meskipun belum selesai angsuran. Kami sepakat melakukan akad jual beli dengan cara pembeli meminjamkan uang kepada kami untuk melunasi sisa angsuran.
Bersama pembeli, kami mendatangi bank tempat kami melakukan akad jual beli. Kami harus berlapang dada ketika dinyatakan kena pinalti, karena dianggap melanggar kesepakatan akad. Tidak hanya itu, kekecewaan pun bertambah ketika kami mengetahui bahwa selama 7 tahunan mengangsur, ternyata tidak ada nominal yang berarti selama ini. Dari penjelasan pihak bank kami mendapatkan kesimpulan bahwa angsuran yang kami lakukan selama ini, 30 persen angsuran pokok dan 70 persennya adalah bunga.
Pantas saja, Allah mengharamkan riba. Ini semata melindungi umat dan hartanya dari bahaya dan kerugian besar-besaran.