Fenomena "mokel" mencuat belakangan ini. Beberapa "oknum" konten kreator yang mengenakan identitas keislaman tidak ragu membagikan aktivitas makan siang saat orang Islam di seluruh dunia tengah menjalankan ibadah puasa.
Tayangan tidak mendidik yang sangat disayangkan bisa dengan bebasnya berseliweran di media sosial. Mereka para pembuat konten sunggung tidak bertanggung jawab pada betapa besarnya pengaruh konten tersebut kepada orang banyak.
Aktivitas mokel atau berbuka puasa dengan sengaja tanpa udzur syar'i alias tanpa alasan yang jelas dan dibenarkan oleh agama yang membuat seseorang diperbolehkan berbuka puasa, dipertontonkan dengan bangga tanpa rasa malu oleh pembuatnya. Berbalut jilbab sebagai identitas keislaman, mereka makan di tempat umum, direkam dan dibagikan kepada khalayak ramai sebagai aktivitas mokel yang menyedot mata penonton.
Video mereka ditonton jutaan bahkan pengikutnya bertambah berkali lipat karena mungkin menganggap bahwa itu adalah sebuah keberanian dan tindakan yang luar biasa.
Namun apakah tontonan Ramadan harus se-absrud itu?
Mokel atau bisa disebut juga dengan istilah "godin" di beberapa daerah di Jawa Barat, memang tidak bisa dipungkiri sejak dulu orang-orang yang nekat melabrak aturan agama itu sudah ada. Namun dengan adanya akses media yang begitu mudah, kegiatan pelanggaran itu malah lebih mudah diakses dan menjadi bagian dari tontonan Ramadan yang paling tidak mendidik.
Mirisnya, ini malah menular dengan mudahnya pada anak-anak muda yang iman dan motivasi puasanya masih labil. Hingga ada lelucon yang sengaja diunggah dengan keterangan, "sudah tidak sabar ingin mokel bersamamu." Di mana letak keimanan itu? Di mana kesakralan ibadah Ramadan itu?
Di saat semua orang yang berpuasa memerlukan "asupan" semangat dan "nutrisi" iman di kepala dan hatinya, godaan pembuat konten mokel malah menjadi setan yang berkeliaran di dunia. Padahal, sudah jelas keterangannya bahwa selama Ramadan setan dan Jin dibelenggu oleh Allah agar tidak mengganggu orang yang sedang berpuasa. Nyatanya kita menjadi tahu, bahwa meskipun dibelenggu, mereka (setan dan jin) masih bisa membisiki hati orang yang imannya lemah dan setipis tisu.
Karena banyaknya penonton yang mendatangkan cuan, maka konten mokel dianggap sebagai ladang cuan yang cukup menggiurkan. Hingga urat malu para putus.
"Kan lumayan uang hasil monetisasi kontennya bisa dipakai buat beli baju lebaran."