Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Menangis Lagi

11 Juli 2020   12:30 Diperbarui: 11 Juli 2020   13:21 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Iya aku paham," ucapku. Hanya kalimat itu yang bisa keluar dari mulutku.

"Aku lelah sendirian," kata Lina. Tangannya menutupi mukanya. Air mata yang berderai membuat matanya semakin sembab.

"Sudah Lina," gumamku lirih. 

Kusadari suaraku bergetar. Dadaku semakin sesak, ingin mengucapkan kalimat semacam nasihat, atau kata-kata yang mungkin bisa menghibur Lina. Namun rasanya berat. Tangisku pun rasanya mau pecah. Ah, jangan, aku  ini lelaki. 

"Jangan sedih lagi ya. Kamu pasti akan bisa melewati semuanya. Maafkan aku hanya bisa mendoakan," ucapku. "Tapi kamu jangan terus-terusan begini, aku jadi ikut sedih." Akhirnya Aku mengakuinya sendiri di depan Lina, bahwa aku benar-benar tak kuasa melihat dia menangis. 

"Jangan khawatirkan Aku, Mas aku baik-baik saja."

Lina mencoba meyakinkanku. Walau aku tahu kata 'baik-baik saja' di sana adalah bohong belaka. Aku melihat kehancuran hatinya, kekosongan-kekosongan yang ada di jiwanya. Ingin aku melengkapi dan mengisi semuanya, tapi apa daya aku bukan siapa-siapa. Aku hanya lelaki yang berani jatuh cinta, tanpa bisa benar-benar mewujudkan cinta itu karena sebuah halangan yang tak mungkin kurobohkan.

"Mas jangan terlalu sibuk memikirkan aku. Mas berkeluarga. Mereka lebih berhak atas kekhawatiran-kekhawatiran yang kau punya. Biarkan saja, bukankah sejak dulu aku sudah terbiasa sendirian?" ucap Lina. 

Kalimat itu semakin membuat dadaku remuk. Di manakah aku saat Lina benar-benar menderita? Apa peranku untuk menolongnya, apa fungsiku untuk Lina?

"Baiklah, Mas percaya. Tapi tolong kalau ada apa-apa bilang ya...," aku memohon. 

Lina kembali mengangguk. Kali ini yang menyisipkan senyum tipis di bibirnya. Senyum yang sedikit dipaksakan, aku tahu, itu adalah bentuk penghargaannya kepadaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun